DI masa seperti sekarang ini, modernitas semakin pesat. Sayangnya, perkembangan ekonomi dunia tak bisa lepas dari suatu sistem yang kini justru menggerogoti ekonomi itu sendiri. Sistem terselubung ini bernama riba.
Dalam Islam, riba itu dilarang bahkan dilaknat. Namun, apa yang terjadi? Masih banyak orang yang tidak bisa lepas dari jeratan riba akibat sistem ekonomi yang belum seluruhnya syar’i.
Padahal, ancaman terhadap pelaku riba itu bukan hanya dosa yang menjerumuskan pelakunya pada neraka di akhirat, tapi juga ‘neraka’ di dunia.
Allah SWT berfirman:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah: 275)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat di atas, ”Maksudnya, tidaklah mereka berdiri (dibangkitkan) dari kubur mereka pada hari kiamat kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan dan dikuasai setan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/708)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menjelaskan, ”Para ulama berbeda pendapat tentang ayat ini. Apakah maksud ayat ini adalah mereka tidaklah bangkit dari kubur mereka pada hari kiamat kecuali dalam kondisi semacam ini, yakni bangkit dari kubur seperti orang gila atau kerasukan setan. Atau maksudnya adalah mereka tidaklah berdiri untuk bertransaksi riba (di dunia), (yaitu) mereka memakan harta riba seperti orang gila karena sangat rakus, tamak, dan tidak peduli. Maka ini adalah kondisi (sifat) mereka (pelaku riba) di dunia. Yang benar, jika sebuah ayat mengandung dua kemungkinan makna, maka ditafsirkan kepada dua makna tersebut semuanya.” (Syarh Riyadhus Shalihin, 1/1907)
Itulah balasan bagi pelaku riba di akhirat kelak. Lalu, bagaimana balasannya di dunia?
Allah berfirman:
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al Baqarah: 276)
Ini adalah hukuman di dunia bagi pelaku riba, yaitu Allah akan memusnahkan atau menghancurkan hartanya. ‘Menghancurkan’ ini ada dua jenis:
Pertama, menghancurkan yang bersifat konkret. Misalnya pelakunya ditimpa bencana atau musibah, seperti jatuh sakit dan membutuhkan pengobatan (yang tidak sedikit). Atau ada keluarganya yang jatuh sakit serupa dan membutuhkan biaya pengobatan yang banyak. Atau hartanya terbakar, atau dicuri orang. Akhirnya, harta yang dia dapatkan habis dengan sangat cepatnya.
Ke dua, menghancurkan yang bersifat abstrak, yaitu menghilangkan (menghancurkan) berkahnya. Dia memiliki harta yang sangat berlimpah, akan tetapi dia seperti orang fakir miskin yang tidak bisa memanfaatkan hartanya. Dia simpan untuk ahli warisnya, namun dia sendiri tidak bisa memanfaatkan hartanya. (Lihat penjelasan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin di Syarh Riyadhus Shalihin, 1/580 dan 1/1907).
Jadi, riba sama sekali tidak membawa manfaat, bahkan menimbulkan madharat dan menghasilkan dosa. []
SUMBER: MUSLIM