Oleh: Ika Dahliawati
(Guru, Aktivis pendidikan-Purwakarta)
WABAH corona datang menghampiri manusia. Semua merasa akan baik-baik saja sebelum Corona menyebar dibeberapa negara. Sekarang status Lockdown pun bergulir di beberapa negara.
Corona menjadi bahan perenungan bagi kita, bahwa betapa mudahnya Allah membinasakan umatnya.Layaknya meniup debu di atas bumi. Hilang dan lenyap.
BACA JUGA: Bersama Cegah Corona, Ayo Donasi untuk Hand Sanitizer
Corona menyadarkan manusia. mungkin, keberadaan kita di atas bumi sudah terlampau jauh dari batas wajar seorang “manusia”. Betapa ramainya manusia saling memperebutkan harta, saling sikut untuk meraih jabatan dan juga popularitas.
Lupa bahwa yang disikut adalah saudara sendiri. Saudara?Ya bukankah dari satu keturunan yang sama?Hanya proses budaya dan geografis yang akhirnya membuat kita berjauhan. Tengoklah bahwa ada persamaan satu manusia dengan manusia lainnya di muka bumi ini.
Banyak yang tahu ilmu agama. Tapi hanya sekedar tahu dan tidak mengaplikasikan. Yang sembahyang merasa diri sudah paling benar. Yang paham tentang kewarasan merasa diri paling waras dalam hidup.
Tengok lebih dalam lagi, apa yang sudah kita kerjakan selama ini. Jangan-jangan ada rasa sombong di hati di kala nama kita disebut orang. Jangan-jangan ada riya yang tidak pernah disadari.
Lupakah kita bahwa apa yang kita miliki hanya milikNya. Ilmu yang punya, gelar yang kita sandang itu belum seberapa dibanding Ilmu Allah.
BACA JUGA: Dua Perspektif Ketakutan Umat terhadap Corona
Kecantikan, ketampanan kita belum seberapa. Apa yang mau kita sombongkan?
Betapa bangganya manusia membangun mesjid. Dihiasi ornamen terunik, dirancang sedemikian rupa tapi lupa tidak merancang manusia untuk berbondong-bondong mengisinya.
Betapa banyaknya pelatihan menulis, tapi betapa masih sedikitnya pelatihan menulis tentang mengkaji ilmuNya.
Betapa kerasnya gaung literasi tapi apakah sama dengan kerasnya gaung literasi ilmu hati dan jiwa?
Corona menyadarkan kita banyak hal betapa kecilnya diri ini. Betapa masih banyak hal yang harus kita kerjakan. Mari menabung untuk bekal perjalanan kita di akhirat. Ingat betapa panjang perjalanan menuju akhirat. []
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.