BAPAK yang sudah renta itu mondar-mandir gelisah di tengah rumah. Anak pertamanya sudah enam bulan setelah lulus dari fakultas pertanian di salah satu universitas negeri belum kunjung mendapatkan kerja. Kesehatan bapak tua itu sudah tertelan sia dan hanya anak pertama ini yang bisa menjadi tumpuan membantu ketiga adiknya bersekolah.
Keringat yang dia peras untuk biaya kuliah dengan berjualan sayur di pasar dirasakan tidak membuahkan apa-apa. Anak kesayangannya hanya menjadi pengangguran sukarela. Pengangguran atas pilihannya sendiri. Bekerja dengan upah rendah tidak mau diterima sebab tidur di rumah lebih baik daripada bekerja dengan upah kecil, pikirnya.
Dengan gusar dan sedikit memaksa, bapak itu berkata pada anaknya suatu kali, “Besok pagi jam dua kamu harus pergi jualan sayur, menggantikan Bapak di pasar.”
Si anak mengernyit. Ia segera berujar, “Saya malu, pak. Saya insinyur pertanian. Mengapa saya harus jualan sayur di pasar?”
“Apa orang di pasar mengenal kamu dan peduli sama kamu kalau kamu seorang insinyur? ”
Anaknya tertunduk diam tidak mampu memberikan jawaban.
Saat pagi buta, akhirnya anak itu terpaksa menggantikan bapaknya berjualan di pasar. Ketika berjualan, dia merasa tidak ada yang memerhatikan dia. Tidak ada yang peduli bahwa dia seorang insinyur. Semua sibuk dengan aktivitas menjual dan membeli. Si anak pun akhirnya larut membaur. Dengan pengetahuan yang ia miliki sebagai insinyur pertanian, dia menjual sayur sembari menerangkan kandungan-kandungan gizi dan vitamin di dalam sayur.
Ketika pulang dari pasar, bapaknya bertanya, “Apa ada yang peduli sama kamu bahwa kamu seorang insinyur?”
Si anak menggeleng.
“Apa ada yang menghina kamu jualan sayur sebab kamu bergelar insinyur?”
Si anak kembali menggeleng.
“Bagus. Sekarang kamu sudah belajar, Nak.” Teruskan dan abaikan rasa sombong dalam dirimu.”
Karena didukung pendidikan dan pengetahuan tentang sayur-mayur, akhirnya jualan sayurnya menjadi yang paling laku di pasar. Setahun kemudian, dia telah menjadi pengusaha sayur terkenal.
Pengangguran itu pilihan, bukan nasib. Jadi, bekerjalah semampu kita dan kita akan menjadi orang terhormat. []
Sumber: Ibu Kaya VS Ibu Miskin Penguasa, Pengusaha, dan Orang Miskin/Rosadi Alibasa/Penerbit : Shakira Publisher