Anggapan menikah di bulan Syawal adalah kesialan ada di zaman Jahiliyah. Jika hal itu juga masih ada dalam benak Anda, maka hilangkanlah. Sebab, Rasulullah ﷺ menepisnya.
RAMADHAN telah berlalu. Kini kita memasuki bulan Syawal. Bulan awal untuk kembali beraktivitas seperti biasa. Dan banyak yang memulai bulan ini dengan penuh kebahagiaan. Salah satunya dengan melangsungkan pernikahan. Mengapa mereka melangsungkan pernikahan, padahal dahulu hal nikah di bulan ini dianggap membuat sial. Benarkah anggapan seperti itu terjadi?
Ternyata tidak demikian adanya. Anggapan seperti itu ada pada masa Jahiliyah. Banyak orang yang enggan melakukan pernikahan di bulan itu. Tetapi, Rasulullah ﷺ menepisnya dengan melakukan pernikahan.
Aisyah radiyallahu ‘anha istri Nabi ﷺ menceritakan, “Rasulullah ﷺ menikahiku di bulan Syawal, dan membangun rumah tangga denganku pada bulan Syawal pula. Maka istri-istri Rasulullah ﷺ yang manakah yang lebih beruntung di sisinya dariku?” (Perawi) berkata, “Aisyah radiyallahu ‘anhaa dahulu suka menikahkan para wanita di bulan Syawal,” (HR. Muslim).
Sebab Nabi ﷺ menikahi Aisyah di bulan Syawal adalah untuk menepis anggapan bahwa menikah di bulan Syawal adalah kesialan dan tidak membawa berkah. Ini adalah keyakinan dan aqidah Arab Jahiliyah. Ini tidak benar, karena yang menentukan beruntung atau rugi hanya Allah Ta’ala.
Bulan Syawal dianggap bulan sial menikah karena anggapan di bulan Syawal unta betina yang mengangkat ekornya (syaalat bidzanabiha). Ini adalah tanda unta betina tidak mau dan enggan untuk menikah. Sebagai tanda juga menolak unta jantan yang mendekat. Maka para wanita juga menolak untuk dinikahi dan para wali pun enggan menikahkan putri mereka.
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Rasulullah ﷺ menikahi Aisyah untuk membantah keyakinan yang salah sebagian masyarakat yaitu tidak suka menikah di antara dua ‘ied (bulan Syawal termasuk di antara ‘idul fitri dan ‘idul Adha), mereka khawatir akan terjadi perceraian. Keyakinan ini tidaklah benar,” (Al-Bidayah wan Nihayah, 3/253).
Imam An-Nawawi rahimahullah juga menjelaskan, “Di dalam hadis ini terdapat anjuran untuk menikahkan, menikah, dan membangun rumah tangga pada bulan Syawal. Para ulama Syafi’iyyah telah menegaskan anjuran tersebut dan berdalil dengan hadis ini. Dan Aisyah Radiyallahu ‘anhaa ketika menceritakan hal ini bermaksud membantah apa yang diyakini masyarakat Jahiliyyah dahulu dan anggapan tahayul sebagian orang awam pada masa kini yang menyatakan kemakruhan menikah, menikahkan, dan membangun rumah tangga di bulan Syawal. Dan ini adalah batil, tidak ada dasarnya. Ini termasuk peninggalan Jahiliyyah yang ber-tathayyur (menganggap sial) hal itu, dikarenakan penamaan Syawal dari kata al-isyalah dan ar-raf’u (menghilangkan/mengangkat) yang bermakna ketidakberuntungan menurut mereka,” (Syarh Shahih Muslim 9/209).
Jadi, jika kita masih menganggap bahwa menikah di bulan Syawal itu kesialan, maka hilangkanlah. Sebab, Rasulullah ﷺ melarang pikiran tersebut tertanam dalam benak kita. Sebagaimana Rasulullah ﷺ mengatakan bahwa anggapan sial pada sesuatu termasuk kesyirikan.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Thiyarah (anggapan sial terhadap sesuatu) adalah kesyirikan. Dan tidak ada seorang pun di antara kita melainkan (pernah melakukannya), hanya saja Allah akan menghilangkannya dengan sikap tawakkal,” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 429).
Beliau juga bersabda, “Tidak ada (sesuatu) yang menular (dengan sendirinya) dan tidak ada “Thiyarah”/ sesuatu yang sial (yaitu secara dzatnya), dan aku kagum dengan al-fa’lu ash-shalih, yaitu kalimat (harapan) yang baik,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). []
Sumber: muslimah.or.id