Oleh: Aulia Rahim
PAGI itu seorang remaja berjalan bersama sang bunda. Hari ini merupakan hari istimewa baginya sebab dia diberikan kado oleh bunda. Kado yang sangat diharapkan dari dulu. Akhirnya, kali ini dia pun mendapatkannya.
Berjalan dengan riang sang remaja. Tampak kebahagiaan di raut wajahnya. Setelah membuka kado pemberian sang bunda, dia pun langsung memakai kado tersebut untuk menemani bunda pergi ke pasar.
Mereka berdua menuju pasar agak siang sehingga ketika tiba di pasar. Adzan Dzuhur beberapa menit lagi akan berkumandang. Setelah menelurusi beberapa toko menemani bunda. Adzan pun berkumandang. Sejenak dia pamit kepada bunda.
“Bunda, aku shalat dulu ya. Entar kita ketemu di tempat ini saja. Atau kalau bunda selesai berbelanja kita ketemu di masjid.”
“Baik sayangku, hati-hati di jalan ya.”
“Siap.. Bunda.”
Sang anak pun dengan suka ria menuju masjid sambil tetap menggunakan kado yang telah diberikan oleh bundanya. Sesampainya di masjid, dia langsung menuju tempat wudhu putra kemudian mengikuti sholat berjamaah.
Seusai sholat, dia baru tersadar bahwa kado pemberian bunda ditaruh diluar. Berdzikir sejenak dan ditutup dengan doa sambil harap-harap cemas dia menuju ke depan pintu masjid.
“Astaghfirullah,” gumamnya di dalam hati.
Sandal yang dia pakai telah tiada ditempat semula. Sandal itulah yang menjadi kado istimewa dari bunda pada hari ulang tahunnya. Kini, dia hanya bisa berprasangka baik. Terduduk di serambi masjid.
“Den, ayo pulang,” terdengar suara khas yang selalu mendoakannya seusai sholat
“Bunda,” jawabnya sambil menundukkan kepala
“Sandalnya hilang, Aden kelupaan membawa masuk buat dititipkan di penitipan sandal.”
Terlihat wajah bunda mulai berubah, sebelum bunda melontarkan kata-kata. Aden mendahuluinya.
“Tak apa Bunda, kan yang hilang sandal bukan Aden. Jika Aden yang hilang tapi sandalnya ada, Bunda milih yang mana?”
Bunda pun langsung memeluk Aden sebab dia bangga memiliki anak yang masih menyukuri nikmat yang besar ketika nikmat yang kecil telah dicabut dari dirinya. []