Tidak ada nash yang secara tegas menyebutkan bahwa orang yang melihat atau menyaksikan aurat orang lain, seperti menonton film porno dikenakan hukuman (hadd) akan tetapi si pelakunya harus diberikan ta’zir (diserahkan kepada Qadhi/hakim untuk memberikan sangsinya) dan tidak ada kewajiban baginya kafarat.
Ibnul Qoyyim mengatakan, “Adapun ta’zir adalah pada setiap kemaksiatan yang tidak ada hadd (hukuman) dan juga tidak ada kafaratnya. Sesungguhnya kemaksiatan itu mencakup tiga macam seperti dikutip dari Inspiradata:
1. Kemaksiatan yang di dalamnya ada hadd dan kafarat.
2. Kemaksiatan yang di dalamnya hanya ada kafarat tidak ada hadd
3. Kemaksiatan yang di dalamnya tidak ada hadd dan tidak ada kafarat.
4. Adapun contoh dari macam yang pertama adalah mencuri, minum khomr, zina dan menuduh orang berzina. Sedangkan contoh dari macam kedua adalah berjima’ pada siang hari di bulan ramadhan, bersetubuh saat ihram. Dan contoh dari macam yang ketiga adalah menyetubuhi seorang budak yang dimiliki bersama antara dia dan orang lain, mencium orang asing dan berdua-duaan dengannya, masuk ke kamar mandi tanpa mengenakan sarung, memakan daging bangkai, darah, babi dan yang sejenisnya,” (I’lamul Muwaqqi’in juz II hal 183).
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh berkata dari Nabi saw, “Sesungguhnya Allah telah menetapkan terhadap anak-anak Adam bagian dari zina yang bisa jadi ia mengalaminya dan hal itu tidaklah mustahil. Zina mata adalah penglihatan, zina lisan adalah perkataan dimana diri ini menginginkan dan menyukai serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya,” (HR. Bukhori).
Imam Bukhori memasukan hadits ini ke dalam Bab Zina Anggota Tubuh Selain Kemaluan, artinya bahwa zina tidak hanya terbatas pada apa yang dilakukan oleh kemaluan seseorang saja. Namun zina bisa dilakukan dengan mata melalui pandangan dan penglihatannya kepada sesuatu yang tidak dihalalkan, zina bisa dilakukan dengan lisannya dengan membicarakan hal-hal yang tidak benar dan zina juga bisa dilakukan dengan tangannya berupa menyentuh, memegang sesuatu yang diharamkan.
Ibnu Hajar menyebutkan pendapat Ibnu Bathol yaitu, “Pandangan dan pembicaraan dinamakan dengan zina dikarenakan kedua hal tersebut menuntun seseorang untuk melakukan perzinahan yang sebenarnya. Karena itu kata selanjutnya adalah ‘serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya’,” (Fathul Bari juz XI hal 28). Wallahu A’lam.
Para pembaca Islampos yang dirahmati oleh Allah SWT, mudah-mudahan kita semua dapat terhindar dari segala macam bentuk zinah yang dapat menjerumuskan kita kedalam api neraka. Aamiin Allahumma Aamiin.[]