Oleh: Ismail Shodiq
SESUNGGUHNYA kepayahan dalam ketaatan akan berakhir dan tinggallah pahala, sedangkan lezatnya bermaksiat akan berakhir dan tinggallah dosa.
Anonim
Dua hal yang selalu ada pada hati setiap manusia, nurani dan nafsu. Nurani yang selalu mengajak untuk kebaikan, sebaliknya dari nafsu yang selalu mengajak untuk keburukan.
Tentu ingin rasanya ingin selalu menjadi pribadi yang baik, pribadi yang selalu disibukkan dengan ketaatan dan kebermanfaatan, tetapi nafsu kerap kali datang menyerang, saat itulah terjadi pertarungan batin dan saat itulah waktu ujian keimanan. Seseorang yang memiliki iman yang kuat bisa saja mengalahkan nafsu dengan mudah, tetapi orang yang ketika diserang dan kebetulan imannya sedang kurang, maka ia bisa kalah, dan kalah berarti tergelincir pada kemaksiatan.
Ujian keimanan pun masih berlanjut, bagi yang tergelincir tentu tidak ada yang lebih baik selain bertaubat.
Bagi yang tergelincir, sudahilah! Sebelum kemaksiatan itu mengakar, karena pohon yang masih kecil akan lebih mudah dicabut dibanding pohon yang sudah tumbuh mengakar.
Sungguh yang ditakuti adalah ketika maksiat terus berjalan, maka nurani pun pergi meninggalkan. Kewajiban diabaikan, yang sunnah ditinggalkan, yang haram dikerjakan. Nauudzubillah.
Tetapi saya yakin, pada saatnya setiap manusia akan menyesal terhadap keburukan yang telah dilakukan, ada yang menyesal ketika remaja, ketika berkeluarga, ketika sudah tua dan yang paling akhir adalah ketika penyesalan tak ada lagi gunanya. Lantas jikalau pada akhirnya setiap manusia akan menyesal kenapa kita masih menundanya?
Ketahuilah menyesal dari keburukan merupakan dari taubat.
Selama masih diberi kesempatan untuk melakukan kebaikan mengapa harus melakukan keburukan?
Jika kita sudah mengetahui balasan dari setiap perbuatan akan dibalas kenapa tidak mencari yang terbaik? []