MENASIHATI orang lain di saat posisi kita sedang aman, memang mudah. Tapi akankah ketika sedang merasakan masalah yang sama, nasehat tersebut bisa kita terapkan dalam diri sendiri?
Bekerja di kawasan industri tentu berbeda atmosfirnya dengan mereka yang bekerja kantoran di gedung-gedung pencakar langit. Salah satu ciri khas bahkan keunggulan bekerja di pabrik adalah : lemburannya!
Hayo, siapa di sini yang juga anak pab? Alias anak pabrik?
Hey … jangan salah!
Sudah bukan rahasia umum, penghasilan ‘Take Home Pay’ —jika ada lembur— yang didapat oleh para pekerja pabrik, bisa lebih tinggi loh dengan mereka yang bekerja kantoran dengan style necis dan keren abis.
Well … now we’re going to the point!
Posisi sebagai perencana jadwal produksi memberikan berkah tersendiri bagi saya. Selama setahun lebih, saya masuk dalam daftar empat staf yang kebagian ‘wajib’ masuk hari Sabtu. Alias lembur! Yeyeye lalala …
Apa pasal?
Sebab e-mail yang datanya harus saya olah menjadi jadwal produksi harian, baru dikirim oleh pihak Head Quarter di Jepang-nya Jum’at sore. Sementara jadwal tersebut, must be ready to share on Monday! Ditambah lagi kenyataan bahwa, butuh waktu berjam-jam untuk mengerjakannya. Jadilah, saya dan ketiga teman lainnya yang berhubungan dengan proses pengerjaan data tersebut, menjadi golongan peraih indeks lembur terbanyak. Pundi-pundi uang pada rekening di tanggal gajian terbayang sudah. One of the real mood booster, Guys!
Sesekali terdengar komentar-komentar iri, meskipun hanya lewat bercandaan atau sindirian halus kepada saya dan ketiga teman lainnya.
“Lo sih enak. Sabtu pasti masuk terus.”
Saya sih mesam-mesem saja menanggapinya. Kalau sama yang mudaan, biasanya saya berani nyeletuk.
“Eh, rezeki tuh sudah diatur tahu!”
Bahkan pernah sekalinya saya kasih dalil Al-Qur’an ke seorang teman yang ngomong mulu masalah lemburan. Saya lupa persisnya surat dan ayat berapa. Intinya bunyinya begini :
“Allah memberikan rezeki kepada siapa pun yang Dia Kehendaki. Dan menahan rezeki kepada siapa pun yang Dia Kehendaki, tanpa perhitungan.”
Teman saya akhirnya diam dan senyum doang pasca saya berikan dalil tersebut. Sampai di sini masalah selesai.
Nah!
Ternyata makin ke sini, perubahan data yang ada jadi sedikit. Jadwal pengiriman email dari pihak HQ-nya juga lebih awal. Otomatis, manager kami pun merasa, bahwa keempat stafnya bisa menyiapkan data tanpa harus lembur hari Sabtu! Cukup lembur dua jam di Jum’at sore.
Buahahaahahaha …
*padahal dalam hati menjerit*
Ya, kalo saya sih nggak berasa banget yaa perubahannya. Paling kalo dulu, uang lemburannya bisa dipake buat kursus bahasa Jepang, sekarang diberhentikan saja kursusnya. Mahal boo! No overtime anymore!
Yang kasihan adalah ketiga rekan kerja saya ini. Mereka adalah ibu dari tiga orang anak. Beneran tiga-tiganya kompak punya tiga anak! Pastinya terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam nominal angka pada penghasilan mereka setiap bulannya, dan menerima perubahan tersebut tentu bukan hal yang mudah.
Saya berusaha merenungi semua ini. Apa yang saya sampaikan pada teman waktu itu, kini berbalik pada diri ini. Bahwa saya pun akhirnya tereliminasi dari golongan peraih indeks lembur terbanyak. Intinya sih, Allah sedang mengambil kembali jatah rezeki yang kemarin terasa begitu meluber bagi saya.
Sulit memang. Tapi harus konsekwen. Keyakinan bahwa rezeki sudah ada Yang Mengatur, harus tetap terpatri di hati dalam kondisi apapun. Alhamdulillah, saya tak sampai stres memikirkan rezeki yang kelihatannya seperti berkurang itu. Bersyukur sekali, Allah memudahkan saya untuk tetap tersenyum dan ridho saja menerima semua Ketetapan-Nya ini. Merasa kehilangan pasti. Sebab kalau sudah lembur itu, pendapatan jangan ditanya! Bawaannya sumringah mulu. Hahahaha …
Menafakuri bahwa rezeki itu nggak cuma bicara materi. Waktu yang luang juga rezeki. Hari Sabtu kini bisa jadi waktu istirahat juga berkumpul dengan orangtua. Keduanya adalah moment berharga yang sewaktu-waktu jika sudah tiba waktunya, bisa Allah ambil kembali.
Saya sepakat dengan apa yang dikatakan manager kami. Bahwa overtime atau lemburan itu sebenarnya sifatnya BONUS atau TAMBAHAN saja. Bukan fixed income. Yang namanya bonus, kalau tetiba ditiadakan, harusnya sih nggak merasa kehilangan banget.
Yang repot adalah, kalau kita menganggap overtime tersebut adalah bagian dari penghasilan pokok tiap bulannya. Udah pede ngambil kreditan ini itu, gimana nggak pada megap-megap pas OT tersebut ditiadakan.
Alhamdulillah, punya dua supervisor yang juga bijaksana. Keduanya tahu, kapan para stafnya overload sama kerjaannya dan berhak diperjuangkan untuk lembur. Kapan juga harus bersikap tegas, melihat anak buahnya yang kelihatan free dan banyak nganggur.
Yakin saja.
Allah memberikan rezeki sesuai kebutuhan kita, bukan sesuai keinginan kita.
Buat yang kerjanya masih dihujani lemburan, jangan boros yaaa! Jangan foya-foya! Mendingan banyakin nabung deh. Hehehe … Ingat! Semua ada masanya. Bahwa ritme kehidupan selalu beriringan. Yakni setelah kesulitan ada kemudahan. Pun setelah kemudahan dan keserba-lapangan, ujian hidup yang baru telah menunggu di depan sana. So, we’ve to prepare our self to face it! []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word.