Oleh: dr. Monte Selvanus Luigi Kusuma
SEMALAM saya bertanya kepada ustadz, mengapa salah satu kawan saya yang saat kuliah dulu begitu teguh dalam prinsip, begitu kuat ghiroh beragamanya, sekarang cenderung memusuhi apa yang dahulu ia bela. Ketika ada yang merendahkan agamanya, ia justru membela orang-orang yang jelas melecehkan agama.
“Agaknya waktu telah merubahnya, tadz,” aku menambahkan.
Ustadz menjawab, “Bukan, ini bukan soal waktu. Ini berkaitan dengan penghasilan yang ia terima, makanan yang ia makan.”
“Maksudnya bagaimana, tadz?”
“Jika yang ia peroleh dan yang ia makan itu berasal dari hal yang syubhat bahkan mengandung ribawi. Maka hal itu pasti akan merubah perilaku bahkan pandangannya terhadap agama. Yang dulunya semangat membela Al Quran, bisa jadi berubah menjadi memusuhi Al Quran. Aku tidak tahu apa pekerjaan temanmu saat ini, kemungkinan ada unsur riba yang ada dalam pekerjaannya sehingga hatinya tertutup dan sulit sekali menerima hidayah.”
Sejenak aku termenung, memang benar kata ustadz, rekan saya satu kos ini sekarang telah menjadi manajer di salah satu instansi keuangan. Masyaallah, kira-kira inilah yang menyebabkan kemunduran dalam dirinya. Mungkin dia sukses duniawi, tetapi jiwanya menjadi kering, ruh jihad dalam dadanya telah pergi meninggalkan dirinya.
Apa yang ada dalam benaknya adalah bagaimana menumpuk kekayaan dengan cepat, tanpa berfikir lagi apakah harta yang ia peroleh tersebut harta yang barokah atau tidak. Terlalu sedikit padahal dunia yang ia peroleh dibandingkan dengan kerugiannya kelak di akhirat. Nauzubillah…
Teringat Firman Allah dalam QS Al Baqarah 275: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” []