عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلَّا الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي
DARI Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap amalan anak Adam dilipatgandakan. Satu kebaikan diganjar sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat lebih.”
Allah ‘azza wajalla berfirman, “Kecuali puasa. Karena sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberi balasan karena amalan itu. Sebab ia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku.” (HR. Al-Bukhari No. 1894; HR. Muslim No. 1151, 164. Lafal ini dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sedangkan imam Muslim (No. 165) meriwayatkannya dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu)
BACA JUGA: Hal-hal Ini Jadi Pembatal Puasa
Tentang durasi waktu puasa, Allah ‘azza wajalla telah menunjukkan melalui firman-Nya,
وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ
“Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Dengan itu, Allah ‘azza wajalla membolehkan orang yang berpuasa untuk makan dan minum hingga terbit fajar, kemudian Dia memerintahkan untuk menyempurnakan puasa hingga datang malam.
Inilah makna meninggalkan makan dan minum di waktu yang ditentukan; antara terbit fajar hingga malam datang.
Maksud dari makan dan minum adalah memasukkan makanan dan minuman ke jauf (kerongkongan) baik melalui mulut atau hidung; apa pun yang bisa dimakan dan diminum.
Tentang injeksi medis yang diberikan kepada orang sakit melalui saluran pembuluh darah atau otot—yang tersamar fungsinya antara untuk pengobatan atau asupan gizi, adalah ranah ikhtilaf ulama fikih.
Sebagian berpendapat itu membatalkan puasa Ramadhan secara mutlak, sebagian lain ada yang memberi rincian hukum lebih dalam. (Al-Fatawa al-Muta’alliqah bi ath-Thibb wa Ahkam al-Mardha, 107; Ahkam al-Huqan ath-Thibbiyyah, Ashim bin Abdullah al-Muthawwa’)
Jika orang yang berpuasa mengakhirkan tindakan itu hingga datang malam, tentu lebih baik sebagai kehati-hatian. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيْبُكَ
“Tinggalkan segala hal yang meragukanmu menuju segala hal yang tidak membuatmu ragu.” (HR. At-Tirmizi No. 2518; HR. An-Nasa’i, 8/327; HR. Ahmad, 3/249. At-Tirmizi berkata, “Ini hadits shahih.” Hadits ini memiliki syahid dari Anas dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma)
Jika ada orang yang benar-benar membutuhkannya (sakit), maka ia terkategori sebagai orang sakit yang dibolehkan untuk tidak puasa.
Adapun obat pencahar, obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi sembelit atau konstipasi, itu tidak membatalkan puasa Ramadhan. Sebab obat itu bukan untuk asupan gizi, justru malah mengosongkan isi perut.
Obat asma dan sesak nafas jenis semprot uap/asap, menurut pendapat terkuat dari dua pendapat ulama fikih, tidak membatalkan puasa Ramadhan. Karena obat itu berbentuk gas/asap dan tidak sampai ke lambung, namun ke paru-paru melalui saluran udara. Tidak termasuk kategori makanan atau minuman. Jika pun ada percikan yang sampai ke lambung, itu hanya sedikit. Sehingga dikiaskan dengan berkumur atau bersiwak. (Mufthirat ash-Shiyam al-Mu’ashirah, 58)
BACA JUGA: 4 Dosa yang Harus Diwaspadai saat Puasa Ramadhan
Celak mata dan tetes mata tidak membatalkan puasa ramadhan, baik ia merasakan ada rasa di tenggorokan atau tidak.
Sedangkan obat tetes hidung, itu membatalkan puasa ramadhan, jika cairannya sampai ke tenggorokan atau lambung. Karena hidung termasuk salah satu saluran yang bersambung ke lambung. Kesimpulan ini berdasarkan hadits Laqith bin Shabrah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan secara marfu’,
وَبَالِغْ فِي الْاِسْتِنْشَاقِ، إِلَّا أَنْ تَكُوْنَ صَائِمًا
“Hiruplah air ke hidung sedalam-dalamnya, kecuali jika kamu sedang berpuasa.” (HR. Abu Daud No. 2366; HR. At-Tirmizi No. 788; HR. An-Nasa’i, 1/66; HR. Ibnu Majah, 1/142, 153. At-Tirmizi berkata, “Hadits ini hasan shahih.”) []
SUMBER: DAKWAH.ID