Oleh: Danayanti
Mahasiswi STEI SEBI Depok, Jawa Barat
Potensi zakat Indonesia dalam setahun mencapai Rp. 217 triliun. Angka potensial ini muncul dalam riset berjudul Economic Estimation and Determinations of Zakat Potential in Indonesia oleh Institut Pertanian Bogor (IPB), Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), dan Islamic Development Bank (IDB) tahun 2011.
Namun sayangnya, potensi besar penghimpunan zakat nasional tersebut belum sejalan dengan realisasi di lapangan. Serapan realisasi penghimpunan zakat nasional baru mencapai sekitar 1 persen dari potensi zakat tersebut.
Ini tugas kita semua untuk bisa mengoptimalkan potensi zakat di Indonesia, terutama lembaga amil zakat (LAZ). Dana zakat sebesar Rp. 217 triliun bila terkumpul akan sangat membantu dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Berbagai program dalam pengoptimalan distribusi zakat seperti, rumah sakit dan sekolah gratis berkualitas yang dapat dibangun, beasiswa untuk pelajar/mahasiswa dhuafa, perumahan rakyat, bantuan dana untuk pelaku usaha kecil, dan berbagai program pengentasan kemiskinan lainnya.
Semua dapat dioptimalkan bila potensi dana zakat terserap dengan maksimal. Apalagi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada September 2015, penduduk miskin di Indonesia saat ini mencapai 28,51 juta orang atau 11,13 persen dari total jumlah penduduk.Dana zakat sejatinya mampu berkontribusi dalam upaya menggapai cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dalam Undang-Undang Dasar 1945 yakni mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdasakan kehidupan bangsa.
Sebab itu, para institusi pengelola zakat tersebut harus bekerja secara profesional. Para LAZ tidak hanya harus memperhatikan dalam aspek penggalangan dana zakat dan menciptakan program pengentasan kemiskinan yang berkualitas. Tetapi juga dalam aspek sosialisasi dan komunikasi. Aspek sosialisasi dan komunikasi sebagai syiar kebermanfaatan zakat amat perlu digalakkan kepada publik. Masih jauhnya realisasi penghimpunan dengan potensi zakat diyakini karena salah satunya masih banyak publik belum memahami perihal zakat.
Sebagian masyarakat Indonesia baru memahami berupa zakat fitrah yang dikeluarkan saat bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri. Padahal, jenis zakat beragam mulai dari zakat maal (zakat harta), zakat perniagaan, zakat pertanian, dan zakat peternakan. Dari banyaknya jenis zakat tersebut, perlu adanya edukasi yang lebih kepada masyarakat untuk semakin sadar menunaikan kewajiban berzakat.
Hal yang sangat perlu diperhatikan dalam upaya ini adalah penerapan program LAZIS yang tepat sasaran dengan pengelolaan yang baik, jujur, amanah, dan transparan. Publikasi dan sosialisasi sangatlah penting untuk mengedukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya ZIS.
Selain itu, pengelolaan LAZIS yang baik juga penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat. ZIS sebagai alat distribusi pendapatan jika dikelola dengan baik dan tepat sasaran, didukung dengan sosialisasi dan publikasi, akan berfungsi secara optimal dalam pemerataan distribusi ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Maka kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar ZIS perlu ditingkatkan. Hal ini bisa terwujud melalu sosialisasi dan adanya lembaga yang dapat menjadi intermediasi bagi masyarakat yang mampu secara ekonomi untuk menyalurkan sebagian hartanya kepada masyarakat miskin. Semakin tinggi kesadaran sosial masyarakat, semakin tinggi semangat untuk berbagi, maka masyarakat miskin akan terangkat ekonominya.
Banyaknya potensi ZIS yang dapat menyelesaikan permasalahan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, belum sepenuhnya direalisasikan karena masih banyak masyarakat muslim yang menyalurkan dananya tidak melalui lembaga resmi sehingga pencatatannya tidak tepat. Sebagian besar dari mereka menyalurkan zakatnya secara pribadi sehingga zakat yang diterima oleh mustahik hanya digunakan untuk keperluan konsumsi sesaat.
Hal ini tentu saja tidak dapat membantu masyarakat miskin secara efektif. Ini lah pentingnya penyaluran ZIS sebagai dana produktif, yaitu dana yang diberikan kepada masyarakat diperuntukkan tidak hanya untuk keperluan konsumsi, tetapi juga untuk kegiatan-kegiatan produktif yang harapannya dapat mendatangkan nilai tambah bagi kesejahteraan masyarakat sehingga dibutuhkan lembaga pengelola zakat, infaq, dan sedekah yang dapat menjadi intermediasi dalam penyaluran sebagian harta masyarakat kaya kepada masyarakat miskin.
Lembaga pengelola zakat harus dapat memberikan bukti nyata pada masyarakat dalam penyaluran dana produktif yang tepat sasaran dan keberhasilannya memerangi kemiskinan. []