DALAM kitab Nashoihul Ibad, Karya Syekh Nawawi Al-Bantani yang merupakan syarah atas kitab Syekh Syihabuddin Ahmad bin Hajar Al-Asqolani (Ibnu Hajar Al-Asqolani) dijelaskan, terdapat tiga kriteria seorang hamba yang dikehendaki oleh Allah untuk menjadi orang baik. Syekh Nawawi berkata:
1. Hamba yang Dikehendaki oleh Jadi Orang Baik: Ketika Allah menghendaki seorang hamba untuk menjadi orang baik, maka Allah menguatkan agamanya.
Ciri yang pertama adalah agama seorang hamba tersebut dikuatkan oleh Allah. Dikuatkanlah keimanannya. Sehingga hamba tersebut tetap teguh menapaki jalan kebaikan, meskipun godaan malang melintang. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad ﷺ:
“Barang siapa yang dikehendaki menjadi baik maka dikuatkanlah ia dalam perkara agama.”
BACA JUGA: Rasulullah di Gunung Uhud: Wahai Hamba-hamba Allah!
2. Hamba yang Dikehendaki oleh Jadi Orang Baik: Dizuhudkanlah hamba tersebut dalam perkara dunia.
Hamba yang baik, adalah hamba yang tidak tergiur sedikitpun akan gemerlap dunia. Ia berpikir bahwa dunia hanyalah tempat singgah semata. Hanya perkara yang fana. Hamba yang baik hanya mengingat satu perkara, yaitu janji Allah akan kehidupan akhirat yang kekal adanya. Ia ingat betul akan peringatan Rasulullah tentang perkara dunia, bahwa:
“Cinta dunia adalah pokok dari segala keburukan.”
3. Hamba yang Dikehendaki oleh Jadi Orang Baik: Dan diperlihatkanlah aib-aib dalam dirinya sendiri.
Hamba yang baik tidak sibuk dengan sesuatu yang tidak berguna. Mencari-cari aib sesamanya. Membicarakan keburukan orang lain. Terlebih, merasa dirinya lebih baik dan memandang orang lain terlalu buruk. Sungguh, hal tersebut jauh dari diri seorang hamba yang baik. Hamba yang baik adalah hamba yang tidak pernah membicarakan keburukan orang lain.
BACA JUGA: Kualifikasi Istimewa Seorang Hamba Allah
Ia oleh Allah disibukkan dengan aib-aib pribadinya. Ia disibukkan dengan berintrospeksi diri, Muhasabatun Nafsi. Mencari-cari kekurangan diri sendiri untuk kemudian ia perbaiki agar kelak ia benar-benar menjadi hamba yang baik. Hal ini senada dengan perkataan ulama ahli hikmah: “Beruntunglah bagi orang yang disibukkan dengan aib pribadinya dari pada aib-aib manusia.”
Terlepas dari itu semua, Ba’dul Hukama’, sebagian ulama ahli hikmah juga menerangkan bahwa sesungguhnya manusia sudah bisa meraba-raba nasibnya apakah ia ditakdirkan manjadi orang baik atau sebaliknya yaitu dengan melihat aktifitas sehari-harinya. Apakah ia dimudahkan dalam kebaikkan ataukah tidak. Jika iya, maka ia benar-benar ditakdirkan menjadi orang baik. Karena mereka (ulama ahli hikmah) berkata: “Tiap-tiap manusia itu dimudahkan untuk apa ia diciptakan.” []
SUMBER: PUSAT STUDI ISLAM