SEBAGIAN orang menghilang dari hidup kita. Teman saudara. Teman saudara. Dan beberapa orang lainnya.
Begitu seterusnya. Kita tidak akan bisa menghindari diri dari orang-orang yang menghilang. Itu adalah sunatullah kehidupan.
Ada kehilangan yang menyakitkan. Dari kematian, apapun bentuknya, selalu menjadi pelajaran dan hikmah besar. Selain itu, kehilangan hanya soal waktu saja yang menyembuhkannya.
BACA JUGA:Â Keburukan Kita, Kebaikan Orang Lain
Belajarlah dari Abu Bakar Shiddiq. Ketika menyatakan ia mengikuti Nabi, putranya bernama Abdurrahman, bergeming dengan keyakinan lama. Sampai Perjanjian Hudaibiyah, Abdurrahman tetap dengan pendiriannya.
Saat terjadi Badar, Abdurrahman bersama kaum Quraisy menggempur kaum Muslimin. Abu Bakar turut pula dalam barisan Badar. Setiap kali Abu Bakar segera mendekati tempat Abdurrahman, Nabi menyuruhnya ke tempat lain. Hingga terhindarlah ia dari bertemu dengan putranya itu.
Setelah Abdurrahman memeluk Islam, keduanya mengisahkan Badar.
“Ayahku,” ujar Abdurrahman. “Di Badar, setiap kali aku melihatmu, aku menghindarimu…”
Abu Bakar menukas, “Aku justru mencarimu. Jika saja aku mempunyai peluang, aku tidak akan melepaskanmu.”
Itulah ikatan sebaik-baiknya. Kehidupan di tempat ini, seperti yang dikatakan Nabi pada Abdullah bin Umar ketika mengajak anak itu menaiki unta, “Jadilah di dunia ini kamu seperti seorang asing atau pengembara.”
BACA JUGA:Â Sepatu
Artinya, sebentar saja dunia ini berlangsung untuk kita.
Orang-orang hilang, akan digantikan Allah SWT sebaik-baiknya. Nasihat Imam Syafi’i, “Kau akan dapatkan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan (kerabat dan kawan). Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.”
Bersedihlah manakala kita lepas dari kehidupan tanpa bekal, tanpa kebaikan yang terus hidup pada orang-orang, dan kehilangan orang karena ikatan keyakinan. []