Oleh: Ustadz Bachtiar Natsir
ESSENSI sebuah nikmat sejatinya bukan pada banyaknya jumlah. Seseorang itu penting atau tidak penting bukan diukur dari banyaknya gaji dan tingginya jabatan.
Rasululllah SAW bersabda “Urusan paling penting adalah mengurusi Islam”.
Beberapa santri mengabdikan diri di lereng gunung merapi, berbekal tungku, satu penggorengan, satu panci dan satu ceret sebagai aset untuk hidup dan berjuang di jalan Allah untuk mengurusi Islam. Di sana, mengajari mereka ngaji, shalat, mengajak kepada ketaatan kepada Allah, padahal gaji tak seberapa hanya sekadarnya saja.
Apa yang dijadikan bahasan dari mereka bagi orang-orang penting di Jakarta? Orang-orang yang merasa menjadi orang penting itu pasti heran, cara pandang yang bermasalah.
Rasulullah SAW bersabda orang penting adalah orang yang mengurusi Islam, kemudian menegakkan shalat dan yang paling tinggi adalah Jihad fi sabilillah. Berapa pun gaji kita, setinggi apapun jabatan kita, jika kita tidak memikirkan Islam, tidak mengurusi Islam, kita bukan orang penting, kita bukan siapa-siapa.
Ingatlah, di kubur nanti bukan mulut kita yang menjawab tapi amal kita yang menjawab, tiga pertanyaan yang akan diajukan, siapa Rabbmu, siapa Nabimu, dan apa kitabmu.
Kenapa tiga pertanyaan itu yang diajukan? Inilah esensi dari hadist Rasulullah SAW, ketika amal tidak untuk meneggakkan Agama Allah, maka amal itu menjadi tidak penting.
Amal kita akan ditanya apakah sudah sejalan dengan Rubuyahnya Allah dan Uluhiyahnya Allah maksudnya, apakah sudah sesuai dengan apa yang di contohnya Rasulullah SAW.
Bagi para santri yang hebat, mereka yang sudi memberikan ilmu terbaiknya untuk mengenalkan kepada umat menuju jalan Tuhannya agar taat kepada Allah, mereka itulah yang di maksud dengan Orang Besar, Orang yang Penting di mata Allah.
Sumber: Bachtiarnatsir.net