JAKARTA—H. Irianto, orang tua dari salah satu korban kecelakaan pesawat Lion Air JT610, (Alm) Rio Nanda Pratama, dikabarkan akan menggugat perusahaan pembuat pesawat terbang asal Amerika Serikat, Boeing.
Gugatan itu juga terkait dengan sikap Boeing yang baru menerbitkan panduan sensor anti-stall untuk awak pesawat sembilan hari setelah kecelakaan. Pabrik tersebut dianggap lalai karena tidak memberi pemahaman soal perangkat sensor sudut terbang (angle of attack) kepada awak yang menerbangkan pesawat seri 737 MAX 8. Sensor tersebut diduga tidak bekerja saat insiden terjadi pada 29 Oktober lalu di Teluk Karawang.
BACA JUGA: Ini Kerusakan Sistem yang Diduga Menjadi Penyebab Jatuhnya Pesawat Lion Air JT-610
Menurut keterangan dari firma hukum yang dimintai bantuan oleh H. Irianto, kliennya itu ingin mencari keadilan untuk anaknya serta seluruh penumpang dan awak yang tewas dalam kecelakaan itu.
“Kami telah mengajukan gugatan terhadap The Boeing Company di pengadilan Circuit Court of Cook County, Illinois, Amerika Serikat,” demikian pernyataan Curtis Miner dari Colson Hicks Eidson, firma hukum di Florida, AS yang menangani pengaduan tersebut.
Diketahui, pesawat Lion Air JT 610 yang berangkat dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta menuju Bandara Depati Amir, Pangkal Pinang jatuh 13 menit setelah lepas landas pada 29 Oktober 2018 di peraitan Teluk Karawang, Jawa Barat.
Dalam kecelakaan itu, 189 penumpang dan awak pesawat tewas, termasuk dokter Rio, putra H. Irianto.
Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menduga sensor AOA pesawat nahas itu tidak bekerja dengan baik dan menjadi salah satu penyebab kecelakaan. Apalagi sistem ini tergolong baru dan tidak dipasang pada pesawat versi 737 sebelumnya.
Sistem kontrol penerbangan tersebut dirancang untuk mencegah pilot atau kopilot tidak mengangkat hidung pesawat terlalu tinggi. Namun dalam kondisi tertentu, sistem tersebut dapat tiba-tiba mendorong hidung pesawat ke bawah dengan kuat sehingga awak pesawat kehilangan kendali dan tidak dapat mengontrol keadaan sehingga terjadi kecelakaan. Sistem ini berjalan secara otomatis, bahkan jika pilot menerbangkan pesawat secara manual dan tidak akan menduga apabila sistem dapat sewaktu-waktu aktif.
Dinas Penerbangan Federal Amerika Serikat (Federal Aviation Administration/FAA) baru menerbitkan panduan berupa Petunjuk Terbang Dalam Kondisi Darurat (Emergency Airworthiness Directive) untuk pesawat Boeing 737 MAX, pada 7 November 2018, lebih dari sepekan usai insiden Lion Air JT 610 terjadi.
Laporan dari persatuan pilot dan sejumlah maskapai di AS menyatakan mereka tidak sadar dan tidak diberi tahu soal perangkat baru, yang dipasang pada seri 737 MAX. Termasuk potensi bahaya yang ditimbulkan jika sistem ini tidak berfungsi baik.
“Kabar ini sangat mengejutkan. Para ahli keamanan dan kepala serikat pilot menyatakan bahwa The Boeing Company telah gagal memperingatkan klien dan pilot pesawat 737 MAX mengenai perubahan sistem kontrol penerbangan yang signifikan ini dan gagal menyampaikan instruksi yang benar dalam manualnya,” kata Austin Bartlett dari BartlettChen LLC.
BACA JUGA: Penuhi Permintaan Terakhir Calon Suami yang Jadi Korban Lion Air JT610, Intan Kenakan Baju Pengantin
Sedangkan juru bicara Boeing menyatakan mereka tetap yakin pesawat seri 737 MAX tetap aman, tetapi mereka enggan memberikan keterangan lebih jauh dengan alasan penyelidikan masih berlangsung.
Sebelumnya, Firma hukum Colson Hicks Eidson juga terlibat dalam penyelidikan dan gugatan kecelakaan maskapai Garuda Indonesia GA 152, Adam Air Penerbangan 574, dan kasus Lion Air 583 pada 30 November 2004 silam. []
SUMBER: THE GUARDIAN | CNN