HIDUP di muka bumi ini tak selamanya memberikan kemudahan dan kesenangan serta kesejahtetaan bagi manusia. Selalu saja ada haling rintang yang akan dihadapi oleh kita. Kita akan merasakan susahnya menjalani hidup. Mengapa seperti itu ya? Apakah manusia diciptakan untuk hidup menderita?
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam keadaan susah payah,” (QS. Al-Balad: 4).
Orang yang tidak ingin mengalami susah payah dan hanya ingin hidup senang adalah orang yang tidak memahami rahasia ciptaan Allah SWT.
Allah SWT menciptakan manusia dengan memberinya unsur kekuatan dan kelebihan, yaitu akal. Nur kekuatan sama seperti hewan tetapi dilebihkan dari makhluk lainnya dengan kemampuan akalnya.
Dengan akal itulah manusia meningkatkan taraf hidupnya, yang tentu saja mengalami berbagai gelombang kehidupan yang harus dapat mereka atasi.
Ini berbeda dengan hewan yang tidak pernah bercita-cita atau berusaha meningkatkan taraf hidupnya. Hewan tidak pernah menginginkan kandang yang mewah dan modern, makanan yang lezat atau mencuri obat untuk menyembuhkan penyakitnya. Ia tidak mau makan tambahan bila sudah merasa kenyang. Bahkan, sisa makanan ditinggalkan dan tidak pernah menyimpannya. Sedangkan manusia, meski sudah kenyang bisa ditawari makanan yang lebih lezat, ia tidak akan menolaknya.
Hewan yang beranak selalu hidup untuk anak-anaknya. Tetapi bila anak-anak itu sudah besar, mereka akan meninggalkan induknya, dan putuslah hubungan mereka. Tugas induk sudah selesai. Rasa kasih sayang yang mengikat mereka pun berakhir. Tidak mempunyai pilihan lain.
Jadi, rasa belas kasihan dan adanya bermacam-macam pilihan yang dihadapi manusia adalah penyebab dari timbulnya susah payah itu. Nah, lalu mengapa Allah menjadikan manusia untuk hidup sengsara, bersusah payah dan bekerja keras?
Maksud kesengsaraan di sini itu apa? Kesengsaraan hati, jiwa, batin atau kesengsaraan jasmani.
Orang-orang yang tidak beriman memang akan mengalami kedua-duanya. Tetapi orang yang beriman selalu ridha, tenang dan tenteram dengan pembagian Allah. Itu satu bukti kebenaran ajaran-Nya.
Jika yang dimaksud kelelahan, kerja keras, susah payah dan hal lainnya, yang menyangkut fisik, hal itu wajar saja. Manusia harus tanggap menghadapi perkembangan dunia, jika dia ingin mencapai kemajuan karena keberhasilan dapat dicapai dengan kerja keras.
Jika ia ingin menyalurkan air dari sumbernya ke rumah-rumah dengan pipa, dia harus bekerja keras, demi kesejahteraan manusia.
Pakar teknologi selalu bekerje keras dan bersusah payah selama bertahun-tahun untuk dapat menghasilkan sesuatu atau mungkin gagal. Kadang mereka tidak sempat memikirkan kepentingan diri sendiri dan keluarganya. Hal itu mereka lakukan demi pengabdiannya kepada manusia. Mereka tidak pernah mengeluh sengsara, merasa bersusah payah, dan sebagainya.
Begitu pun dengan orang-orang yang beriman yang mengabdikan kehidupannya kepada Allah, keluarga, masyakat dan bangsa. Mereka tidak pernah merasakan kesengsaraan dalam hidupnya. Bila suatu saat terjadi musibah dalam hidupnya, dia sudah memiliki kekuatan kesadaran pada batinnya (hatinya) untuk mampu mengatasinya, yaitu kekuatan bimbingan ajaran Allah. Bagi orang yang beriman, kehidupan dunia dengan segala kesenangannya bukanlah tujuan. Mereka yakin benar, jika berpegang erat pada petunjuk Allah, ia tidak akan tersesat dan sengsara (celaka). Hidup yang sempit hanyalah bagi orang yang berpaling dari peringatan-peringatan Allah. []
Sumber: Anda Bertanya Islam Menjawab/Karya: Prof. Dr. M. Mutawalli asy-Sya’rawi/Penerbit: Gema Insani