Oleh: Muhammad Nasiruddin
TAK ada alasan bagi orang beriman untuk enggan bersedekah. Sebab, kendati terasakan berat, bersedekah merupakan ciri paling kentara dari keimanan yang sahih.
Untuk bersedekah, seseorang harus mampu mengalahkan perasaan kepemilikan (absolut) karena mengikhlaskan sebagian rezekinya untuk pihak lain. Meyakini secara mantap adanya harapan atau keuntungan yang kekal di akhirat kelak. Jika tak demikian, sungguh seseorang akan enggan bersedekah. Berbeda dengan amalan lain sebagai ciri keimanan yang sahih seperti shalat dan puasa.
BACA JUGA: Sedekah Ala Rasulullah SAW
Pada kedua amalan yang lebih bersifat individual ini (shalat dan puasa), tidak perlu ada rasa berkorban kepemilikan, cukup dengan bekorban waktu selain kemauan. Untuk bersedekah ini sungguh terasakan lebih berat sehingga akan lebih jarang diamalkan dibandingkan dengan shalat dan puasa.
Oleh karena itu, sekalipun seseorang sudah menjalankan shalat dan puasa tetap perlu dipertanyakan keimanan sahihnya jika yang bersangkutan masih tetap enggan bersedekah.
Dalam sejarah Islam kita kenal Fatimah Az-Zahra ra yang ikhlas bersedekah seuntai kalung warisan kepada musafir yang kehabisan bekal dan tiga hari tidak makan karena tidak ada lagi barang yang layak dijual. Dengan kalung tadi si musafir menjadi cukup bekal setelah menjualnya kepada Abdurrahman bin Auf ra.
Namun, begitu mengetahui keikhlasan Fatimah dalam bersedekah, segera Abdurrahman menghadiahkan kalung tadi kepada Nabi SAW, ayahanda Fatimah, pemilik awalnya.
Bisa ditebak, akhirnya kalung itu pun kembali ke tangan Fatimah setelah melewati tiga orang sebagai hadiah dan tercatat sebagai amalan sedekah. Sungguh, bersedekah secara ikhlas akan mendapatkan ganti. Ini tidak saja ada dalam tarikh terdahulu.
Dalam kehidupan nyata di lingkungan kita pun demikian halnya. Orang yang banyak bersedekah justru rezekinya melimpah, kehormatannya tinggi, dan harta kepemilikannya diakui bahkan dijaga keselamatannya oleh orang lain. Agaknya belum pernah tercatat orang yang banyak bersedekah berakibat miskin.
Sungguh, dengan bersedekah kekayaannya bertambah, berlipat. Ibarat orang mendapat mangga, maka yang dimakan cukup dagingnya sedangkan bijinya harus disisihkan, ditanam hingga kelak akan menjadi pohon yang berlipat-lipat buahnya.
BACA JUGA: Pelajaran dari Ibadah Kurban: Jangan Pelit Bersedekah
Untuk bersedekah, tidak ada ketentuan jenis barangnya (QS 2:267), tidak juga ditentukan jumlahnya (QS 3:134), tidak pula sasaran penggunaannya (QS 2:215). Artinya, benar-benar terserah sesuai kondisi orangnya. Itu jika bersedekah harta. Bagaimana jika kita kekurangan harta benda? Hadits Nabi riwayat Bukhari-Muslim menyebutkan bahwa bisa juga bersedekah tanpa materi.
Berzikir, berdakwah, mendamaikan perseteruan, berkata yang baik, membuang duri dari jalanan, membawakan beban orang lain, bahkan tersenyum pun bisa bermakna sedekah. Masihkah kita enggan bersedekah setelah kita mengaku beriman sahih? Wallahu a’lam bish shawab.
SUMBER: REPUBLIKA