PALESTINA–Pemerintah Kota Jaffa, Tel Aviv yang menjadi teritorial Israel, Senin (8/6/2020), mulai menghancurkan tanah pemakaman Muslim yang telah ada di sana sejak abad ke-18. Rencananya, akan dibangun tempat penampungan tunawisma dan ruang komersial baru di situs tersebut.
Sekitar 20 demonstran datang ke lokasi konstruksi di hari yang sama dan berusaha menghentikan pekerjaan itu. Tetapi terlihat kontingen besar polisi berjaga di lokasi untuk memastikan pekerjaan tetap dilanjutkan.
Dilansir dari Haaretz, pejabat kota telah memberikan jaminan kuburan tidak akan dirusak. Jika ada kebutuhan untuk menghilangkan tulang-tulang orang mati, mereka akan dipindahkan ke tempat lain di lokasi tersebut.
Dalam protesnya, warga membawa sebuah papan besar yang ditujukan kepada Wali Kota Ron Huldai. Dalam papan tersebut tertulis, “Huldai menodai kuburan Muslim.”
Ketua Dewan Muslim Jaffa, Tarek Ashqar mengatakan, tindakan protes akan terus ditingkatkan.
“Huldai keras kepala seperti bagal. Dia memiliki kesempatan berdamai dengan umat Islam dan komunitas Arab, tetapi dia seorang pengganggu,” ujarnya, Rabu (10/6/2020).
BACA JUGA: Detik-detik Wanita Palestina Ditembak Pengedar Narkoba di Kamp Pengungsi Lebanon
Pada Januari, setelah dua tahun menjalankan musyawarah antara kota dan penduduk Jaffa serta dewan Muslim setempat, Pengadilan Distrik Tel Aviv menolak tantangan hukum terhadap rencana tersebut. Pengadilan disebut membuka jalan untuk diadakannya proyek itu.
Ashqar menyebut keputusan pengadilan tidak sah dan bisa disebut sebagai perampokan. Ia menilai jika kuburan tersebut milik Yahudi, rencana pembongkaran tidak akan dilakukan.
“Di negara-negara Arab, ada juga puluhan kuburan Yahudi yang dilindungi, karena itu adalah kuburan, bukan karena mereka Yahudi. Menghormati orang mati tidak terbatas kewarganegaraan. Tetapi Pemerintah Kota Tel Aviv ingin menghilangkan jejak orang-orang Muslim dan Arab di Jaffa, dan semuanya ditutup-tutupi oleh polisi,” lanjutnya.
Sementara itu, Anggota Dewan Kota Amir Badran mengatakan, komunitas Muslim di Jaffa secara umum sert semua penduduk kota tidak memiliki masalah dengan proyek tunawisma. Menjadi hal yang pantas untuk menemukan lokasi untuk proyek tersebut. Ia juga menolak proyek ini dilakukan di atas pemakaman Muslim.
Kotamadya disebut sangat mementingkan proyek ini. Tetapi ia menilai bisa dicari alternatif lain yang cocok yang bisa mengurangi konfrontasi dengan penduduk Jaffa. Subjek ini menurut Badran sangat sensitif.
“Ada banyak permasalahan dari masa lalu. Hal-hal serupa mengenai kuburan Tasso dan Jamaseen di kota masih menjadi masalah. Bahkan jika ada putusan pengadilan, kenyataannya membutuhkan pemikiran ulang tambahan tentang pembangunan proyek,” kata dia.
Tel Aviv didirikan sebagai kota Yahudi di utara Jaffa Arab yang historis pada awal abad ke-20. Kedua kota secara resmi bergabung pada 1950 setelah sebagian besar penduduk Jaffa menjadi pengungsi pada 1948.
Setelah beberapa jam melakukan protes, para demonstran pindah ke Menara Jam Jaffa. Salah satu demonstran, Ramzi Kotaylat menyebut, menara Jaffa berdiri sebelum polisi, negara, bahkan gerombolan zionis datang ke wilayah tersebut.
“Bahkan kuburan yang mereka hina ada di sini sebelum negara. Kami, dinasti mereka, juga akan berada di sini setelah negara. Pemerintah menimbulkan ketidakadilan pada orang mati. Jika ini adalah kuburan Yahudi, mereka akan mengubah rencananya,” kata dia.
Rencananya, bangunan yang ditujukan menyediakan akomodasi bagi tunawisma ini akan menampung sekitar 80 orang. Mereka adalah tunawisma yang sedang menjalani rehabilitasi narkoba.
Saat ini ada tiga tempat perlindungan serupa untuk para tunawisma di Tel Aviv dan Jaffa. Seperti dilansir dari Haaretz pada Januari, meski ada peningkatan 41 persen jumlah tunawisma di kota dalam lima tahun terakhir, jumlah tempat tinggal untuk tunawisma tidak bertambah.
Sebelumnya, pernah ada bangunan era Ottoman lama di lokasi konstruksi di Jalan Elisabeth Bergner, yang digunakan sebagai tempat penampungan tunawisma. Tetapi pemerintah kota memutuskan menghancurkannya dan membangun gedung tiga lantai baru sebagai tempat penampungan tunawisma serta ruang komersial.
Pekerjaan proyek itu dimulai pada April 2018, ketika setelahnya pemakaman Al-Isaaf abad ke-18 dengan lebih dari 60 kuburan ditemukan. Warga Jaffa lantas mengajukan petisi kepada pengadilan untuk menghentikan pembangunan dan perintah penahanan sementara dikeluarkan.
BACA JUGA: 2 Peristiwa Penting yang Menandai Penjajahan Israel atas Palestina
Namun pada bulan Januari, Hakim Pengadilan Negeri Avigail Cohen memutuskan, terlepas dari pentingnya melindungi perasaan warga Muslim Jaffa, prioritas harus diberikan untuk kepentingan orang yang hidup di atas orang mati.
“Tidak ada perselisihan mengenai fakta melindungi martabat orang mati serta perasaan religius komunitas Muslim di Jaffa adalah kepentingan penting. Tetapi dalam menghadapi prinsip-prinsip yang disajikan oleh dewan Islam, ada prinsip-prinsip konstitusional yang penting juga,” ujar Cohen.
Prinsip konstitusional ini meliputi hak properti dari pemilik tanah dan kepentingan umum proyek. Pembangunan gedung untuk merehabilitasi para tunawisma disebut juga memiliki porsi konstitusional yang penting.
Cohen juga mencatat kuburan tidak terlihat di atas tanah. Situs tersebut juga tidak lagi digunakan sebagai kuburan. Ia menyebut tidak ada yang memperlakukan tanah seolah-olah memiliki kesucian agama.
Sementara itu, dalam sebuah pernyataan, Kotamadya Tel Aviv-Yafo mengatakan, pemerintah akan melanjutkan pekerjaan konstruksi sambil berhati-hati melindungi martabat orang mati.
Pada saat yang sama, pemerintah kota terus mengejar pengaturan untuk pemakaman Tasso sebagai pemakaman Muslim. Pihaknya juga menjanjikan kerja sama dengan masyarakat untuk membantu perencanaan dan aspek keuangan jika diperlukan. []
SUMBER: HAARETZ