Oleh: Indri Novia Miranti
Ibu RumahTangga, Tinggal di Garut
DI antara tujuan seorang muslim beramal shaleh adalah untuk mendapatkan pahala. Walaupun sebaiknya, setiap amal yang dilakukan diniatkan Libtighaa`i Mardhootillah.
Namun, kelak di yaumil hisab ada segelintir orang yang pahala dari amalnya terampas oleh saudaranya sesama muslim. Otomatis apa yang diperbuatnya selama ini menjadi sia-sia.
Apa saja perbuatan yang bisa membuat pahala kebaikan terampas?
1). Pahala Kebaikan Terampas: Hasad dan dengki
Rasulullah ﷺ pernah menyiratkan dalam haditsnya, bahwa: “Sesungguhnya hasad itu memakan habis kebaikan, sebagaimana api yang membakar habis kayu bakar.” (Diriwayatkan Abu Dawud dari Abu Hurairah, dan Ibnu Majah dari hadits Anas)
BACA JUGA: Menunda Kebaikan
Ya, begitu tegas Rasul menggambarkan tentang kerugian yang akan dialami oleh orang-orang yang dengki semasa hidupnya di dunia. Pahala dari amal-amalnya selama ini habis melebur seperti abu, dan beterbangan bagaikan debu.
Sifat hasad dan dengki perlu diwaspadai, karena:
-Dapat melenyapkan pahala kebaikan kita.
-Termasuk dosa besar
Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”. (QS.Al-Ahzab: 58)
-Bisa mengundang laknat Allah
Sebagaimana hadits yang menyebutkan bahwa: ”Ada tiga macam orang yang terkena laknat Allah SWT, yaitu (diantaranya), seseorang yang berupaya agar orang-orang mukmin saling membenci dan saling mendengki antara sesamanya dengan melalui hasutan-hasutannya,” (HR. Ad-Dailami dari Umar RA).
2). Pahala Kebaikan Terampas: Utang/Gharimin (orang yang berutang)
Tidak terelakkan lagi persoalan utang –piutang sudah menjadi kebiasaan manusia dewasa ini. Islam pun sesungguhnya telah mengaturnya, sebagaimana yang tersebut dalam (QS.Al-Baqarah: 282) yang isinya tentang anjuran untuk mencatat/menuliskan utang.
Yang menjadi masalahnya adalah keengganan seseorang untuk membayar lunas utangnya. Karena bisa jadi, hal itulah yang kelak akan menjadi boomerang bagi dirinya di akhirat.
Tetapi, sebaliknya bagi orang yang sebenarnya mampu untuk membayar, namun selalu menunda-nundanya atau bahkan memang tidak berniat untuk melunasi, ini yang jelas-jelas dilarang.
Rasulullah ﷺ pernah menjelaskan, bahwa orang yang tidak membayar hutang doanya tidak diperkenankan oleh Allah SWT. Nabi ﷺ sendiri tidak menunaikan shalat jenazah sebelum jelas tentang persoalan utang si mayit. Setelah dipastikan barulah Nabi ﷺ menyolatkan jenazahnya.
BACA JUGA: Ini Nih Amalan Ringan, Pahala Besar
Alangkah lebih baiknya ahli warislah yang turut membayarkan utangnya tersebut. Karena, jika orang yang berutang tidak membayar utangnya sewaktu hidup di dunia, maka dikhawatirkan setengah dari amalan kebaikan yang dilakukannya akan diberikan kepada si pemberi utang pada hari kiamat kelak. (lihat DN 062 Panduan Mencari Nafkah Hidup-Fadhilat Tijarah)
Terkecuali, orang yang berutang tersebut sudah berusaha semaksimal mungkin untuk melunasi utangnya. Namun, tetap tidak bisa. Sehingga yang meminjami utang pun pada akhirnya mau merelakan dengan ikhlas atas ketidaksanggupannya itu, maka itu lebih baik.
Bahkan Allah SWT pun memasukkannya ke dalam golongan orang-orang yang wajib menerima zakat (Asnaf zakat) sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya: (QS. At-Taubah: 60) ; Fakir, miskin, ‘amil(zakat), mu`allaf, riqab, gharimin, fi sabilillah, ibnu sabil.
Walau bagaimanapun jika seseorang memaafkan orang yang berutang itu dan menghalalkannya sebelum orang yang berutang itu meninggal dunia, maka ia akan mendapat ganjaran yang besar dari Allah SWT.
Sekarang masalahnya, apa utang itu melulu dalam bentuk uang? Tidak. Ternyata ada utang dalam hal lain, yakni utang janji. Seseorang yang berutang janji pun sebenarnya amat berat pertanggung jawabannya, sebagaimana firman Allah: “…dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya,” (QS. Al-Isra’: 34).
Oleh karena itu, mengucap In Syaa Allah sangat dianjurkan jika hendak berjanji. In Syaa Allah: Jika Allah Menghendaki. (QS. Al-Kahfi: 69), (QS. Al-Fath: 27)
3). Pahala Kebaikan Terampas: Murtad*
Pahala kebaikan kita juga akan musnah, jika kita murtad: keluar dari agama dan ajaran islam, sampai akhir hayat tanpa bertaubat.
4). Pahala Kebaikan Terampas: Meninggalkan shalat
Perbuatan meninggalkan shalat juga bisa menyebabkan seluruh amalan kita tidak dapat diterima di sisi Allah sebagai amalan kebaikan yang diberikan pahala.
Sebab shalat merupakan tiang agama, jika shalat telah kita tinggalkan maka musnahlah segala amalan kebaikan kita, sehingga tidak akan ada tempat untuk bergantung.
5). Pahala Kebaikan Terampas: Zhalim (aniaya)
Satu di antara doa yang pasti akan terkabul, karena sudah tidak ada hijab lagi antara ia dan Allah adalah doa orang-orang yang teraniaya. Kita perlu hati-hati dalam berucap dan bersikap, karena bisa jadi apa yang kita ucapkan atau lakukan ternyata bisa termasuk perbuatan aniaya.
BACA JUGA: Menulislah, agar Kebaikanmu terus Menemanimu
Yang perlu di khawatirkan adalah tatkala orang yang merasa terzhalimi tersebut berdoa “keburukan” kepada kita Na’udzubillah. Meskipun sepantasnya, kita tidak dianjurkan untuk mendoakan keburukan pada seseorang.
Tetapi realitanya, dengan alasan terlanjur sakit hati akhirnya seseorang pun secara refleks berdoa tentang sesuatu yang tidak kita harapkan. Justru , hal itu perlu diwaspadai karena bisa jadi pahala kita sendiri yang bahkan akan terampas.
Padahal sebagaimana yang diterangkan oleh Imam Al Ghazali di dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin. Bab mengenai Afatu Lisan (bahaya lisan) poin ke 17, yakni tentang: Mendo’akan Jahat terhadap sesama makhluk. Diterangkan bahwa:
Pahala Kebaikan Terampas, Jaga Lidah
Jagalah lidahmu jangan sampai mendoakan jahat(keburukan) terhadap siapapun dari makhluk Allah. Sekalipun ia telah berbuat zhalim terhadap dirimu. Jika benar engkau dianiaya, maka serahkan saja urusan itu kepada Allah.
Di dalam hadits Nabi disebutkan, bahwa jika seseorang yang dianiaya membalas mendo’akan jahat terhadap orang yang menganiaya sebanding dengan nilai penganiayaan, kemudian masih terdapat kelebihan bagi pihak yang menganiaya di sisi orang yang dianiaya, maka kelak di hari kiamat ia akan menuntut kelebihan itu kepada orang yang dianiaya. Wallahu a’lam bishshawaab.
Semoga kita semua bisa menghindari perbuatan yang dapat membuat pahala kebaikan terampas.
Semoga “Ya Allah Terimalah amal ibadah kami, jauhkanlah kami dari perbuatan yang sia-sia dan amal yang tidak bermanfa’at, serta ampunilah segala dosa dan kekhilafan kami.” Aamiin []