PENGGUNAAN celak mata (Iktihal) secara hukum, para ulama berbeda pendapat apakah penggunaan celak mata dapat membatalkan puasa atau tidak.
Mazhab Pertama: Iktihal Tidak Membatalkan Puasa Secara Mutlak.
Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa iktihal tidaklah membatalkan puasa secara mutlak. Hal ini mereka dasarkan kepada haditshadits berikut:
Dari Aisyah ra: “Bahwa Rasulullah memakai celak mata dalam keadaan berpuasa.” (HR. Ibnu Majah)
BACA JUGA:Â Hal-hal Ini Jadi Pembatal Puasa
Imam Syams al-A’immah as-Sarakhsi al-Hanafi (w. 483 H) berkata dalam al-Mabsuth:
“Iktihal tidak membatalkan puasa, meskipun dapat terasa di tenggorokan … sebab mata bukanlah rongga yang mengalirkan sesuatu ke tenggorokan. Dimana rasa yang didapat di tenggorokan seperti rasa dingin yang menusuk jantung setelah tubuh tersentuh air dingin. Dan hal ini tidak membatalkan puasa.”
Imam an-Nawawi asy-Syafi’i berkata dalam alMajmu’:
“Dan dibolehkan bagi yang berpuasa menggunakan celak mata. Berdasarkan riwayat dari Anas, bahwa ia beriktihal saat berpuasa. Dan karena mata bukanlah rongga yang mengalirkan sesuatu ke tenggorkan, maka tidaklah membatalkan puasa benda papaun yang memasukinya.”
Mazhab Kedua: Iktihal Dapat Membatalkan Puasa Jika Memasuki Tenggorokan.
Mazhab Maliki dan Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa tidak secara mutlak iktihal tidak membatalkan puasa. Dimana menurut mereka, ada kemungkinan iktihal dapat menyebabkan mengalirnya suatu benda melalui mata ke rongga tenggorokan. Dan jika itu terjadi, maka puasanya menjadi batal.
Imam ad-Dusuqi al-Maliki (w. 1230 H) berkata dalam Hasyiahnya ‘ala asy-Syarh al-Kabir:
BACA JUGA:Â 7 Hal Ini Jadi Pembatal Puasa
“Bahwa bercelak mata di siang hari (saat berpuasa) tidaklah mebatalkan puasa secara mutlak. Namun jika dipastikan benda yang dimasukkan ke mata mengalir ke tenggorokan, meskipun diragukan, maka puasanya batal. Kecuali jika diyakini tidak masuk ke tenggorokan, maka tidak batal.”
Imam Ibnu Qudamah al-Hanbali (w. 620 H) berkata dalam al-Mughni Syarah Mukhtashar alKhiraqi:
“Adapun al-kuhl, jika rasanya terasa di tenggorokan atau dapat diketahui alirannya ke tenggorokan, maka puasanya batal. Dan jika tidak terasa, maka tidak batal.” []
Referensi: Pembatal Puasa Ramadhan dan Konsekuensinya/Isnan Ansory, S.Pd.I, Lc., M.Ag/Rumah Fiqih Publishing/2019