JAKARTA — Pada tahun 18 Hijriyah di masa pemerintahan Khalifah Umar Bin Khattab, paceklik melanda Hijaz (Arab dan sekitarnya). Petani gagal panen karena lahan-lahannya kekurangan air, termasuk di areal agraris paling subur di lembah Sungai Euphrat, Tigris, dan Nil. Paceklik berbulan-bulan itu menyebabkan kabilah-kabilah membanjiri kota Madinah, untuk mengungsi.
Guna melayani puluhan ribu pengungsi, Khalifah Umar membentuk tim taskforce yang terdiri Yazid bin Ukhtinnamur, Miswar bin Makhramah, Abdurrahman bin Abdul Qari, dan Abdullah bin Utbah bin Mas’ud.
BACA JUGA: Peneliti LIPI: Mitigasi Bencana Perlu Sinergi
Setiap sore mereka berkumpul di kediaman Khalifah Umar bin Khattab untuk reporting dan briefing action-plan day to day. Dari kerja Tim itu diketahui jumlah dhuafa, pengungsi yang makan di dapur umum Khalifah, pengungsi mandiri, dan total jumlah pengungsi.
Tak kurang dari 57.000 pengungsi terlayani dengan baik, hingga pemulangan mereka setelah hujan mulai turun pada bulan kesembilan sejak paceklik. Para kabilah difasilitasi untuk kembali ke desa masing-masing dengan bekal logistik secukupnya buat di perjalanan.
“Jadi, manajemen kebencanaan itu bukan sesuatu yang baru buat Islam. Catatan sejarah seperti manajemen bencana Khalifah Umar perlu ditambahkan dalam buku ini,” tutur Ahmad Husein mengutip kisah dari Kitab At Tabaqatul Kubra karya Imam Abu Abdullah Muhammad Ibnu Sa’ad (230 H).
BACA JUGA: 3 Adab Saat Terjadi Bencana Alam
Hal itu dikemukakan pakar komunikasi kemanusiaan tersebut dalam Bedah Buku “Panduan Syariah Tanggap Bencana” pada Sabtu, (22/6/2019) , di ALMARKAZ Jl Raya Condet, Jakarta Timur.
Buku saku Panduan yang diterbitkan Laznas Dewan Dakwah menggabungkan dua buku panduan teknis terbitan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) plus prespektif syariah dan pedoman spiritualnya. []
REPORTER: RHIO