TURKI—Konflik antara Qatar dan negara-negara Arab seperti Uni Emirat Arab, Mesir dan Bahrain tak akan berlangsung lama. Krisis kali ini lebih tajam ketimbang krisis senada tahun 2014 lalu yang berlangsung selama 8 bulan. Keterangan ini disampaikan seorang Periset dari Al Jazeera Centre for Studies (AJCS), Jamal Abdullah,
“Saya kira akan lebih dari delapan bulan, tapi tak sampai setahun,” ujarnya seusai diskusi Krisis Qatar, Apa dan Siapa yang Bermain?, Rabu (5/7/2017), di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, AA melaporkan.
Secara ekonomi, embargo ini justru merugikan Arab Saudi dan tiga negara lainnya karena terganggunya ekspor produk mereka kepada Qatar. Selama embargo, suplai kebutuhan makanan dan produk lainnya diambil alih oleh Turki dan Iran.
“Selama ada suplai kebutuhan dari Turki, saya tidak percaya embargo ini akan efektif untuk Qatar,” katanya.
Muasal konflik ini tak seperti yang dituduhkan Arab Saudi bahwa Qatar mendukung gerakan terorisme di Timur Tengah. Konflik Saudi dengan Qatar sudah terjadi sejak 23 tahun lalu.
Sejak merdeka pada 1971, Qatar hanyalah negara kecil seluas 11.571 km yang menjadi negara bawahan Arab Saudi. “Dulu Qatar hanya negara kecil di bawah naungan abaya (Arab Saudi),” ujar Jamal.
Sejak 1994, negara berpenduduk 300.000 orang itu melejitkan diri dengan 3 strategi utama. Pertama, Qatar membangun citra lewat media, pendidikan dan bergabung dengan berbagai klub antarnegara di Eropa dan dunia. Di antaranya adalah turut sertanya Qatar dalam Football Association dan ajang Barcelona dan FIFA World Cup.
Kedua, Qatar memulai kerja sama dengan negara-negara besar dunia seperti Turki, Amerika dan Inggris. Ketiga, Qatar membangun hubungan baik dengan negara tetangga seperti Iran, Israel dan Afghanistan.
“Tiga strategi ini berhasil memunculkan nama Qatar di antara jajaran negara lainnya, sekaligus menjadikan Saudi berang karena Qatar tak lagi berada di bawah naungan abaya,” katanya. []