RAKHINE—Terkait krisis Rohingya di Rakhine, Irene Chan, peneliti Program Cina di Rajaratnam School of International Studies di Singapura mengatakan, Cina akan mengeblok semua upaya internasionalisasi krisis pengungsi Rohingya.
Hal tersebut diduga bermotif ekonomi, dimana Cina memiliki ambisi untuk berinvestasi dan membangun kontruksi senilai 7,3 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 97,693 triliun di Rakhine.
Cina, menurut Chan, juga berencana untuk membangun kawasan industri dan zona ekonomi khusus di kawasan itu.
“Saya kira masalah investasi ini lebih diutamakan bagi orang Cina dibanding masalah kemanusiaan,” ujar Chan lansir Times of India.
Sementara itu Reuters melaporkan berdasarkan sebuah dokumen pejabat Cina menyebut konsorsiom yang dipimpin oleh koorporasi Cina, CITIC, akan memiliki saham antar 70 dan 85 persen di proyek laut dalam.
Proyek ini akan mendukung program One Belt One Road (OBOR) Cina dan menghubungkannya dengan Teluk Benggala.
Hal ini ditengarai menjadi alasan mengapa Cina mendukung otoritas Myanmar, mereka juga enggan mencampuri persoalan krisis kemanusiaan di wilayah Rakhine yang menjadi rumah bagi Muslim Rohingya.
Murray Hiebert, wakil Direktor Program Asia Tenggara di Centre for Strategic and International Studies di Washington mengatakan kepada Times of India, “Cina secara jelas mendukung pemerintah Myanmar dalam merespons serangan yang dilakukan kelompok Rohingya Preservation Army. Cina mengatakan kepada Myanmar akan mendukung kedaulatan mereka.”
Cina, kata ia, juga menjelaskan hal ini kepada PBB. Beijing secara aktif menolak upaya negara-negara lain yang ingin menggunakan DK PBB untuk menekan Yangon.
“Cina menolak segala macam resolusi atau semacam tekanan lainnya di DK PBB,” ujar Hiebert.
Setidakya 400 warga Rohingya telah terbunuh, ERC mengungkapkan angka yang lebih dari itu yakni 3 ribu korban jiwa, dan 400 ribu lainnya mengunggi sejak operasi militer yang dilakukan tentara Myanmar di Rakhine Agustus lalu. Kalangan internasional telah mengecam aksi Myanmar tersebut, dan meminta agar PBB bertindak.
“Cina tidak pernah mengecam tindakan terhadap Muslim Rohingya,” ujar Heibert.  []