Oleh: Daud Farma
Sekarang kita berkata kepada anak-anak kita bahwa lebaran mereka tidaklah sehebat dan segembira lebaran kita dulu di tahun 1990-an pada saat belum adanya smartphone secanggih dan semenarik hari ini, yang masih bermain perang senjata-senjataan, meskipun uang saku tidak lebih sepuluh ribu sehari yang bisa ongkos naik angkot ke kota, makan Mie Aceh.
Padahal ketika itu orang tua kita juga beranggapan bahwa lebaran kita di tahun itu tidak lebih hebat dan tidak lebih menyenangkan daripada lebaran mereka di tahun 1950-an, yang meskipun ada yang tak mampu membeli baju baru namun tetap haru, meskipun tanpa alas kaki, namun tetap silaturahmi, meskipun tanpa berkendaraan, namun tetap bisa jalan-jalan.
BACA JUGA: Keutamaan Saling Memaafkan di Hari Raya Idul Fitri
Enam hingga tujuh puluh tahun akan datang, ucapan ini akan terus terulang. Mereka akan berkata pada anak dan cucu mereka bahwa lebaran anak-cucunya tidak lebih hebat daripada lebaran mereka hari ini, bukan soal game online saja, bukan hanya karena PUBG dan Mobile Legand yang terpasang di smartpohonee mereka yang sebagian mereka nge-Push rank sejak jam satu tadi pagi belum tidur hingga pagi hari, mabar dan terhubung di Discord, bukan hanya itu tentunya.
Namun yang tak kalah menyenangkan ialah mereka masih bersama orang tua mereka yang mereka sayangi hari ini, yang masih menemani mereka, mengajak mereka sembahyang di hari raya.
BACA JUGA: 3 Keterangan Ulama tentang Anjuran Berpakaian Terbaik di Hari Raya
Yang tua lebih dulu memang sering kali merasa mereka paling bahagia dulunya dan itu wajar saja. Namun janganlah sampai gara-gara kita merasa lebih bahagia jadi mengurangi kebahagiaan anak-anak kita hari ini. Sejatinya lebaran memang selalu gembira sesuai usia dan zamannya sendiri. Kan memang hari bahagia.
Mohon maaf lahir dan batin. Kullu ‘aamin wa antum bikheir. []
Gamaliyah-Kairo, 1 Syawal 1443.