PIMPINAN Pondok Pesantren Al-Zaytun Indramayu Panji Gumilang kembali menjadi sorotan usai terekam menyampaikan ceramah Idul Fitri memakai ayat yang ada pada Al-Kitab. Konteks ceramahnya yaitu toleransi agar tidak menumbuhkan kebencian sehingga membangun dunia baru yang lebih bahagia.
Pimpinan Al-Zaytun itu membawa sejarah Israel, Palestina serta Bangsa Yahudi hingga silsilah para nabi yang hidup pada masa itu. Panji melanjutkan ceramahnya dengan mengaitkannya dengan Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang dimiliki umat Kristen.
Menurutnya Nabi Muhammad SAW yang paling fasih membahas perjanjian lama dan baru yang disempurnakan melalui Alquran.
“Jika bicara nasab nabi yang ada di sejarah umat manusia, kita tidak bisa melupakan kitab perjanjian, Perjanjian Lama maupun baru,” kata Panji Gumilang dalam video di saluran YouTube ENN Indonesia berjudul “Detik-Detik Panji Gumilang Baca Kitab Injil Saat Khutbah Idul Fitri 1444 H”, dikutip dari Republika.co.id pada Rabu (7/6/2023).
BACA JUGA: Dirikan Pesantren dari Modal Minus hingga Punya Lahan 5 Hektare, Ini Kisah Inspiratif Ustadz Rus’an
Dia pun mengutip ayat Alkitab untuk menjelaskan silsilah kehidupan nabi dari Nuh hingga Ibrahim. Panji menjelaskan nasab dan bahasa yang ada pada saat itu hingga kini.
“Saudara dari sejarah Kitab Perjanjian Lama Pasal 11 ayat 26, dijelaskan bahwa seorang besar bernama Tera keturunan daripada Nuh melahirkan seorang putra termasuk Ibrahim. Lalu kita umat Islam menyebutnya Nabi Ibrahim as atau Kholilirrahman,” ujarnya.
Ayat dari Alkitab tersebut menyampaikan bahwa bangsa Arab dan Israel adalah anak Nabi Nuh AS yang bernama Sam. Hal ini ditegaskan Panji bahwa bangsa Israel masih keturunan nabi ketika dirinya mengutip kitab Sirah Nabawiyah.
Dia menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim menikah dengan Hajar dan dikaruniai anak yaitu Ismail. Dari keturunan tersebut memakan 27 generasi hingga sampai ke Nabi Muhammad SAW.
“Biasanya kita membaca silsilah dari Nabi Muhammmad SAW dulu baru ke Ibrahim dan Ismail. Saya merubah, biasakan kita mendahulukan kakek moyang dulu baru anak moyang,” kata dia.
Panji melanjutkan, dari Ibrahim menikah kepada Sarah dan memiliki satu orang anak bernama Ishak. Kemudian dari Ishak menurunkan Yaqub yang kemudian berubah namanya karena diberikan oleh Tuhan yaitu Yehuwa hingga berubah nama menjadi Israel.
“Israel mempunyai 12 putra. Sepertinya mulut kita ini menyesal, karena kita belum mengetahui. Tapi ketika membaca Alquran surat Al Baqarah tentang Bani Israel, Nabi Muhammad SAW bercerita Bani Israel dan Israel umatnya belakangan ini tidak terlalu memahami siapa itu Israel yang oleh nabinya telah ditetapkan dalam Alquran,” kata dia.
“Dan yang paling fasih membahas Perjanjian Lama dan perjanjian baru adalah Nabi Muhammad dengan Alqurannya, sekalipun tentunya tidak sesempurna yang ditulis baik itu yang berada dalam sebuah tinta dan lain-lain,” ujarnya menambahkan.
Menurutnya, umat manusia harus memahami silsilah ini sehingga tumbuh toleransi di antara umat beragama. Terlebih dalam memandang Israel sebagai negara penjajah.
“Mengenai silsilah ini maka tumbuh silih asih, silih asah, silih asuh itu namanya toleransi. Kalau tidak mengenal, maka menyebut Israel itu bajingan yang harus dijauhi, tidak tahu Israel adalah putra dari Ishak dan keturunan Ibrahim, yang sehari-hari kita baca doanya, Allahumma sholli ala Muhammad waala ali Muhammad kama solaita ala Ibrahim wa alaalli Ibrahim,” kata dia.
“Tiap hari kita membaca itu, tapi hari-hari tertanam rasa dengki kepada Ali Ibrahim yang bernama Israel dan Bani Israel sehingga mendengar Israel seakan dia itu negara penjajah,” ujarnya menambahkan.
Di akhir khutbah Idul Fitri tersebut, Panji melontarkan sekali lagi pesan toleransi dan agar tak saling membenci. Oleh karena itu, dia mengimbau untuk belajar sejarah dan silsilah Nabi SAW.
“Jangan tanamkan mata kebencian, tanamkan mata toleransi sehingga kita bisa membangun dunia yang baru, bahagia,” kata dia.
Sementara itu, Tim Penelitian Al Zaytun yang dibentuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan segera mengunjungi Al Zaytun di Indramayu.
BACA JUGA: 5 Fakta Perjodohan Massal di Pondok Pesantren Ciamis, Syiar Nikah Tanpa Pacaran
Republika mencoba menanyakan apakah tidak ada cara selain kunjungan formal ke Al-Zaytun, yang dikhawatirkan kemungkinan hasilnya akan sama seperti sebelumnya, tidak banyak mendatangkan hasil.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Ketua MUI Bidang Pengkajian dan Penelitian Prof Utang Ranuwijaya mengatakan, bahwa kunjungan itu adalah salah satu cara tim peneliti dalam mengkonfirmasi isu-isu yang muncul terkait Al-Zaytun, mengkonfirmasi langsung dengan pendirinya. Namun sebelum itu, kata dia, tim juga sudah mendapatkan banyak informasi dari para mantan guru maupun mantan santri.
“Iya jadi kita juga tidak hanya meneliti langsung ke Al-Zaytun, tapi kita juga banyak menerima masukan dari banyak pihak tentu saja, jadi bukan satu-satunya sumber informasi atau data yang kita peroleh dari Al-Zaytun secara langsung, tapi juga ada data-data lain, termasuk misalnya dari para mantan yang mengaku mantan NII KW9, dari mantan guru atau mantan santri, mantan wali yang memang mereka memberikan informasi kepada tim, mereka juga bertemu dengan tim. Jadi ini nanti semacam kroscek secara apa yang didapat dari para mantan itu dengan apa yang didapat di Al-Zaytun,” paparnya, Selasa (6/6/2023).
Termasuk juga hasil penelitian dari tim MUI sebelumnya yang diketuai oleh KH Ma’ruf Amin. Menurutnya, temuan MUI saat itu juga menjadi data panduan bagi tim peneliti saat ini.
“Iya itu tentu saja menjadi bagian bahan yang tentu menjadi panduan tim juga, untuk dibaca dulu, ditelaah hasil temuan penelitian dan kajian yang lalu 2002 itu, kemudian tim mengharapkan update data yang lebih lengkap dari berbagai sumber,” terangnya. []
SUMBER: REPUBLIKA