KESEPIAN kini menjadi objek penelitian para ilmuwan. Pasalnya banyak temuan suram yang menunjukkan bahwa generasi milenial adalah generasi yang rentan kesepian. Menurut studi, dilansir dari Vice pada Agustus 2019 silam, ditemukan bahwa seperempat kaum milenial merasa tidak punya teman, milenial menjadi generasi paling kesepian di dunia.
Laporan lain membandingkan dampak isolasi sosial dengan bahaya merokok, hasilnya menyimpulkan bahwa isolasi sosial lebih ‘merusak’ daripada merokok sebungkus per hari. Merespons kegawatan ini, para ilmuwan pun kini meracik obat pencegah kesepian.
BACA JUGA: Penelitian: Kesepian Berdampak Buruk bagi Kesehatan
Pengujian dilakukan oleh peneliti Universitas Chicago terhadap sejumlah sukarelawan yang mengaku terjangkit kesepian kronis dan isolasi sosial. Selama satu setengah tahun, mereka harus minum obat selama delapan minggu secara acak.
Sebagian diberi pil plasebo, ada juga yang mendapat dosis obat hormon pregnenolon, yakni obat yang teruji mampu mengurangi kecemasan tikus lab yang terisolasi secara sosial.
Peneliti utama, Stephanie Cacioppo, menjelaskan bahwa obat yang tengah diracik sebetulnya bukan berfungsi mengusir kesepian. Tapi meningkatkan keberanian seseorang untuk membuka diri dalam pergaulan, hingga akhirnya ia terhindar dari rasa sepi.
Ia berharap obatnya ampuh meredam ketakutan akan penolakan yang mampu mengurungkan niat seseorang untuk menjalin hubungan dengan orang lain.
BACA JUGA: Jangan Biarkan Orangtua Kita Kesepian
“Pikiran sepi selalu membohongimu (…) Ibaratnya seperti ketika kalian mengemudi mobil saat musim dingin dan pandangannya kurang jelas. Obat ini nantinya akan mencairkan es di kaca depan, supaya kalian bisa melihat dunia apa adanya tanpa perlu takut sama semua orang. Kalian menjadi lebih terbuka untuk mendengarkan orang lain,” terang Stephanie dalam wawancara The Smithsonian, seperti dikutip Vice.
Walaupun begitu, tak sedikit yang merasa risih dengan prospek mengurangi kesepian pakai obat. Dikhawatirkan, bukannya menjadi solusi tepat, pengobatan semacam ini dianggap malah membuka peluang akan ketergantungan dan meningkatkan penyalahgunaan obat.
Dalam hal ini, Stephanie pun setuju. Ia mengaku obatnya bukanlah jawaban untuk mengentaskan kesepian. Mereka menilai obat tersebut hanya bagian dari terapi tambahan yang bisa dibarengi dengan latihan berinteraksi secara sosial setiap hari. []
SUMBER: KEEPO