PENGORBANAN para ulama untuk menuntut ilmu, sampai-sampai mereka mengorbankan semua harta untuk biaya menuntut ilmu. Padahal kita tahu harta adalah salah satu ujian dunia yang sangat disenangi oleh manusia.
Dan manusia kebanyakan pelit terhadap hartanya. Mungkin ini bisa menjadi pelajaran bagi kita bersama agar kita tidak pelit dengan harta kita, untuk kebaikan kita dalam hal agama maupun untuk kebaikan orang lain.
Jangan salah beranggapan, bahwa kita harus bangkrut dulu agar menjadi ulama atau harus bangkrut dulu baru berilmu, karena keimanan kita berbeda dengan para ulama tersebut, mereka berkeyakinan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang bertakwa.
Harta adalah ujian umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya masing-masing umat itu ada fitnahnya dan fitnah bagi umatku adalah harta,” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibni Hibbân dalam shahihnya)
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan,” (Al Fajr: 20).
Kodrat manusia sangat mencintai harta, sampai-sampai lebih berbahaya dari dua serigala terhadap kambing jika mereka tidak bertakwa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah dua serigala lapar yang menghampiri seekor kambing lebih berbahaya baginya dari ambisi seseorang kepada harta dan kedudukan bagi agamanya,” (HR Tirmidzi no. 2376, ia berkata: hasan shahih, Ahmad: 3/656).
Beliau juga bersabda,
“Seandainya anak Adam memiliki dua lembah harta; pasti ia menginginkan yang ketiga, sedangkan perut anak Adam tidaklah dipenuhi kecuali dengan tanah, dan Allah memberi taubat-Nya kepada yang bertaubat,” (HR. Bukhari no.6436, Muslim no.1049).
Kisah para ulama yang bangkrut karena menuntut ilmu
Para ulama mencurahkan segalanya begitu juga harta mereka, sampai-sampai ada ungkapan dari beberapa orang ulama salah satunya yaitu Syu’bah, beliau berkata.
“Barangsiapa yang menuntut ilmu hadist/belajar agama maka akan bangkrut,” (Jaami’u bayaanil ‘ilmi wa fadhlihi I/410 no.597, Darul Ibnu Jauzi, cet.I, 1414 H, syamilah).
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
“Tidak layak bagi orang yang menuntut ilmu kecuali orang yang siap miskin/bangkrut,” (Al-Jami’ liakhlaqir rawi, 1/104 no.71, Maktabah Ma’arif, Riyadh, Syamilah)
Ibnu Sa’ad berkata, aku mendengar Musa bin Dawud berkata,
“Al-Haitsam bin Jamil bangkrut dua kali Ketika mencari hadits,” (Rihlah fi thalabil hadits hal. 205, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, cet.I, 1395 H, Syamilah).
Ibnu ‘Adi berkata mengisahkan tentang Yahya Ibnu Ma’in,
“Ma’in (Ayah Yahya Ibnu Ma’in) terkena radang tenggorokan, kemudian meninggal, ia mewariskan untuk Yahya Ibnu Ma’in sebanyak 1.000.000 dirham, maka ia habiskan seluruhnya untuk mencari hadits sampai-sampai tidak ada yang tersisa kecuali sandal yang ia pakai,” (Siyar A’lam An-Nubala 21/85, Muassasah Risalah, syamilah).
Abdurrahman bin Abu Zur’ah berkata, saya mendengar ayahku berkata,
“Aku menetap di Bashrah pada tahun 214 Hijriyah. Sebenarnya aku ingin menetap di sana selama setahun. Namun perbekalanku telah habis dan terpaksa aku menjual bajuku helai demi helai, sampai akhirnya aku tidak punya apa-apa lagi,” (Tarikh Baghdad 2/74-75, Syamilah).
Begitu luar biasa perjuangan para terdahulu, rela untuk mengorbakan hartanya demi sebuah ilmu, yang ilmunya mungkin saat ini masih bisa kita nikmati. []
Sumber: Muslimafiyah