Oleh: Kang Ahmed
Mahasiswa Universitas Al-Ahgaff Tarim, penulis aktif media mahasiswa Ahgaff Pos
ahgaffpos95@gmail.com
DALAM kehidupan sosial, manusia tidak akan lepas dari larangan dalam aturan agama. Sayangnya larangan tersebut justru lumrah terjadi pada kehidupan nyata. Paling kecil dan tiap hari terjadi adalah memandang lawan jenis, baik disengaja ataupun tidak.
Dalam islam terlebih dalam pandangan empat mazhab, melihat seseorang yang bukan mahram hukumnya haram, terlepas dari perincian mereka terhadap keharamannya dari berbagai segi. Keharaman yang tertulis di berbagai manuskrip salaf, semuanya berlaku jika pandangan lawan jenis ini bertemu secara langsung dan tanpa penghalang apapun. Lalu, bagaimana hukumnya jika memandang melalui sebuah perantara, seperti dari kaca, layar ponsel, laptop, dll. Apakah hukum haram tetap berlaku?
BACA JUGA: Puasa Disunnahkan Kapan Saja, Kecuali pada Waktu yang Diharamkan dan Dimakruhkan
Berikut teks kitab Hasyiah Qulyubi wa Umairah karya Syekh Ahmad Salamah al Qulyubi dan sudut pandang salah satu doktor pengajar di Univ. Al Ahgaff Tarim yang mengupas tentang diperbolehkannya memandang seorang wanita dari balik kaca.
قوله: (إلى عورة إلخ) هو قيد كما مر وسيأتي غيرها، والحاصل أنه يحرم رؤية شيء من بدنها، وإن أبين كظفر وشعر عانة وإبط ودم حجم وفصد لا نحو بول كلبن، والعبرة في المبان بوقت الإبانة فيحرم ما أبين من أجنبية، وإن نكحها ولا يحرم ما أبين من زوجة وإن أبانها، وشمل النظر ما لو كان من وراء زجاج أو مهلهل النسج أو في ماء صاف، وخرج به رؤية الصورة في الماء أو في المرآة فلا يحرم ولو مع شهوة ويحرم سماع صوتها، ولو نحو القرآن، إن خاف منه فتنة، أو التذ به وإلا فلا
[القليوبي ,حاشيتا قليوبي وعميرة ,3/209]
Di sana dijelaskan bahwasannya termasuk daripada melihat yang diharamkan adalah melihat wanita dari balik kaca tembus, pakaian yang tembus pandang dan dari air jernih. Adapun jika ia melihat dari bayangan yang ada di air atau kaca cermin, makan hukum haramnya hilang.
Salah satu dosen Al Ahgaff yang waktu itu sedang mengajar kami Usul Fiqih, beliau berpendapat bahwa melihat meskipun melalui kaca cermin hukumnya bisa menjadi haram jika ia iqrar ala maksiat dan i’anah ala maksiat (meyakini terhadap sebuah kemaksiatan dan menolong menuju kemaksiatan).
Yang menjadi titik bahasan beliau adalah bagaimana jika melihat lawan jenis dari layar HP atau TV. Jika merujuk ke tekstual kitab Qulyubi, hukumnya boleh karena yang ditampilkan bukan hakikat wujudnya. Tapi menurut beliau (dosen) hukumnya tetap haram, karena termasuk iqrar ala maksiat. Jadi hukum haramnya bukan karena melihatnya saja, tapi haramnya muncul sebab kita melihat sesuatu yang jelas diperintah untuk ditutup tapi justru diumbar di televisi.
Jadi di sini ada dua titik temu. Yang pertama dari objek yang kita lihat. Dalam Islam perempuan diharamkan memamerkan perhiasannya di depan umum, terlebih di sosial media. Yang kedua, karena yang pertama hukumnya sudah haram dari awal maka orang yang menyaksikan dan menikmati juga terimbas hukum haram, karena itu termasuk iqror ala maksiat.
BACA JUGA: Ini Beberapa Praktik Perawatan Kecantikan yang Diharamkan dalam Islam
Beliau menganalogikan hukum tersebut dengan praktik kerja di sebuah diskotik. Di situ antara orang yang menyediakan khamr, dan orang yang tukang bersih-bersih lantai di diskotik, mereka sama-sama kejatuhan hukum haram. Karena mereka telah i’anah ala maksiat dan iqrar ala maksiat.
Kesimpulan yang saya ambil, beliau lebih menjurus ke kaidah daf’ul mafasid atau menghindari kerusakan. Beliau mengambil jalan paling hati-hati dengan cara mengqiyaskan dengan sesuatu yang hampir lumrah terjadi dewasa ini. Agar kita bisa menarik benang merah bahwa yang dekat dengan haram bisa jadi juga ikut menjadi haram. []
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.