PARADOKS dan hedonisme?
Istilah Paradoks memiliki arti sebuah pernyataan yang seolah-olah bertentangan atau berlawanan dengan asumsi umum, tetapi dalam kenyataannya mengandung sebuah kebenaran. Dalam ilmu sastra, paradoks termasuk ke dalam kategori ketidaklangsungan ekspresi yang berwujud penyimpangan arti.[ Saptoyo, Rosy Dewi Arianti . “Contoh Majas Paradoks.] Sedangkan Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.[ Lorens Bagus.2000, Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. Hlm. 282.]
Paradoks hedonisme, juga disebut paradoks kesenangan, mengacu pada kesulitan praktis yang dihadapi dalam mengejar kesenangan. Bagi kaum hedonis, pencarian kesenangan terus-menerus justru tidak menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang nyata dalam jangka panjang atau bahkan dalam jangka pendek. Ketika hasrat mereka untuk mengejar kesenangan justru membuat mereka tidak bisa merasakan kesenangan yang sesungguhnya. Filsuf utilitarian Henry Sidgwick pertama kali mengungkapkan istilah ini dalam The Methods of Ethics, ia menyatakan bahwa paradoks hedonisme menunjukkan bahwa kesenangan tidak dapat diperoleh secara langsung.[ Paradox of Hedonism”. The Sophist Society.]
Konsep Kesenangan Dalam Islam
Islam memiliki konsep yang sering disebut dengan Maslahah yaitu mendatangkan segala bentuk kemanfaatan atau menolak segala kemungkinan yang merusak. Lebih jelasnya Manfaat adalah ungkapan dari sebuah kenikmatan/kesenagan atau segala hal yang masih berhubungan denganya yang akhirnya menjadi ketenagan hati dan kenyamanan batin, sedangkan kerusakan adalah hal-hal yang menyakitkan atau segala sesuatu yang ada kaitan denganya.
Islam melarang umatnya dari hal bermegah-megahan. memperingatkan umat manusia agar senantiasa waspada terhadap hedonisme ini dengan sangat keras dengan ancaman siksaan yang amat pedih, baik ketika berada di alam barzakh maupun di alam akhirat kelak.
BACA JUGA: Tidak Ada Kesedihan dan Kesenangan yang Abadi
Hal ini bisa dilihat dalam surat (QS. At-Takasur :1-2) Allah SWT berfirman yang artinya :
“(1) Berbangga-bangga dalam memperbanyak (dunia) telah melalaikanmu’) (2) sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At-Takasur :1-2).
Ancaman terhadap orang-orang yang selama hidupnya hanya sibuk mengurusi urusan-urusan duniawi sampai mereka masuk ke liang lahat sedang mereka tidak sempat bertaubat. Pencarian kesenangan terus-menerus justru tidak menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang nyata dalam jangka panjang atau bahkan dalam jangka pendek. Ketika hasrat mereka untuk mengejar kesenangan justru membuat mereka tidak bisa merasakan kesenangan yang sesungguhnya.
Mengutip ayat al-quran (QS. Shad: 26) Allah SWT berfirman yang artinya:
“Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Shad : 26).
Kenikmatan atau Kesenangan yang Sesungguhnya
Sadar ataupun tidak, banyak masyarakat yang menempatkan kenikmatan sensual, material ataupun intelektual, sebagai nilai tertinggi di dalam hidup mereka.
Banyaknya tempat-tempat hiburan serta mal-mal mewah menandakan bahwa manusia selalu menjadikan kesenangan duniawi sebagai tujuan hidupnya. Realitanya, seringkali manusia terkalahkan oleh hawa nafsu, sehingga tidak dapat membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Bahkan tidak jarang menimbulkan perbuatan melampaui batas.
Hawa nafsulah penggerak yang amat kuat di balik perbuatan melampaui batas. Karena orang-orang yang melampaui batas lebih mengutamakan hawa nafsu mereka daripada syariat. Menurut Al-Jurjani sebagaimana dikutip oleh Abud bin Ali bin Dar, hawa nafsu adalah kecendrungan jiwa (Nafsu) kepada sesuatu yang dapat dinikmati oleh syahwat tanpa adanya motivasi syar’i.
Dari hasil pengamatan ada fenomena di kalangan generasi millenial yang kerap menggunakan media sosial, sebagian besar salah satu favorit media sosial ialah instagram untuk memperlihatkan, memamerkan barang-barang yang mahal, dan sebagainya.
Kecenderungan Generasi millenial bergaya konsumtif jika dikaitkan dengan urusan penampilan dan lifestyle, yang dengannya dapat memunculkan terjadinya hedonisme. Hedonisme dikategorisasi sebagai pola hidup yang lebih mementingkan keinginan dibandingkan dengan kebutuhan dan telah sangat melekat dalam kehidupan masyarakat menengah keatas sekarang ini. Melalui teknologi masyarakat akan dapat merubah pola fikirnya menjadi lebih maju dan lebih berkembang.
Tetapi tidak sedikit dari masyarakat yang tidak dapat memanfaatkan perubahan dan perkembangan zaman ini dengan baik. Salah satu kalangan yang gaya hidupnya mengalami perubahan yang berdampak adalah generasi millenial.
Kesulitan praktis yang dihadapi sehingga tidak menjadi penyimpangan arti dalam mengejar kesenangan atau Paradoks hedonisme ini dalam islam yang perlu difahami oleh kita umat islam dalam mencari kesenangan yang sesungguhnya kesenagan yang mendatangkan segala bentuk kemanfaatan atau menolak segala kemungkinan yang merusak.
BACA JUGA: Konsep Zuhud menurut Imam Al-Ghazali pada Era Modern
Dan secara hakikat adalah segala sesuatu yang menguatkan kehidupan di dunia tidak dengan cara merusaknya serta mampu menuai hasil dan beruntung di akhirat, dalam hal ini Al Syatibi mengatakan menarik kemaslahatan dan membuang hal-hal yang merusak bisa juga disebut dengan melaksanakan kehidupan di dunia untuk kehidupan di akhirat. [Abd. Wahbah Khalaf, 2002, hlm. 86.]
Selama orang masih mencari kebahagiaan atau kesenangan berarti dia belum bahagia, kesenangan itu dekat sangat dekat tidak harus mengejar dan mencari kemanan-mana sehingga terjadi penyimpangan arti semuanya ada dalam ketenangan hati dan kenyamanan batin.
Hasrat untuk mengejar kesenangan dunai menjadi tujuan hidup justru membuat tidak bisa merasakan kesenangan yang sesungguhnya, yang menjadi kata kunci adalah melaksanakan kehidupan di dunia untuk kehidupan di akhirat sehingga tercapai kesenangan yang sesungguhnya. []
Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke: islampos@gmail.com, dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.