GAZA—Masyarakat Palestina tak sabar menanti hasil positif dari kesepakatan rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah di Mesir.
Menurut pakar-pakar Palestina, keadaan ekonomi di Gaza akan membaik dan blokade akan berakhir jika kesepakatan diterapkan.
Selain perbaikan infrastruktur dan ekonomi, rekonsiliasi diharapkan menurunkan tingkat pengangguran di Gaza yang sudah mencapai 44 persen.
Perpecahan di Gaza berawal pada 2006 usai Hamas berkuasa, Untuk meruntuhkan pemerintahan Hamas di Gaza, Israel mulai memblokade Gaza dan mencegah masuknya berbagai produk terutama bahan bangunan.
Sejak saat itu banyak pabrik dan produsen mengalami kerugian, namun kesepakatan antara Hamas dan Fatah memberikan harapan baru tentang kondisi kemanusiaan di Gaza.
“Pemulihan sosial dan ekonomi di Gaza bergantung pada penerapan dan jalannya kesepakatan,” kata pakar ekonomi Palestina Mazin El-Acle.
Pembukaan pintu perbatasan
Ada tujuh pintu perbataan di Gaza, enam di antaranya berada dibawah kendali Israel. Sedangkan pintu perbatasan Rafah berada di bawah pengawasan Mesir.
Setelah Hamas mengendalikan Gaza, Israel memperlebar blokade dan melarang masuknya berbagai jenis produk. Setelah tahun 2007, Israel menutup 4 dari 6 pintu perbatasan tersebut. Israel mengendalikan pergerakan barang dagang.
Ketua Kamar Dagang Gaza Mahir Tabba berharap produk Gaza bisa diekspor keluar dan beberapa sektor bisa berkembang pasca kesepakatan tersebut.
Tabba mengatakan saat ini kebutuhan listrik di Gaza mencapai 450 megawatt, namun hanya 210 megawatt yang bisa terpenuhi. Dia berharap masalah listrik bisa teratasi dengan kesepakatan ini.
Sektor kesehatan paling merasakan dampak negatif dari blokade. Ada 170 jenis obat dan 270 perlengkapan medis yang tidak dimiliki, pungkasnya demikian seperti dikutip dari AnadoluAgency.[]