Oleh: Eva Erfiana, S.S.
Alumni Universitas Gunadarma
evaerfianaa@gmail.com
PASTI di antara kita semua pernah atau bahkan mungkin saat ini memiliki beberapa teman yang hanya datang ketika sedang membutuhkan saja. Mungkin untuk beberapa orang hal itu wajar, karena yang kita ketahui karakteristik setiap orang pasti berbeda-beda.
Tapi bagaimana jika sifat tersebut akhirnya merugikan ke diri kita sendiri? Tentunya itu sudah menjadi hal yang tidak wajar lagi dan teman yang seperti itu bisa kita katakan sebagai fake friend.
Teman palsu atau fake friend tidak hanya bisa merugikan diri kita sendiri saja, tetapi juga membuat kita berada di posisi yang tidak nyaman dalam pergaulan. Seringkali teman palsu ini sengaja menasihati kita di depan banyak orang atau bahkan menyudutkan kita tapi dengan cara yang halus. Kita pun tidak mengira yang dibicarakannya itu sebenarnya hanyalah menyudutkan kita.
BACA JUGA:Â Hindari Teman yang Suka Bergosip
Lalu mengapa ada teman yang seperti itu? Karena saat ini banyak orang-orang menjalin hubungan atau sebuah relasi hanya atas asas manfaat saja, hanya untuk kepentingan duniawi saja.
Orang-orang seperti itu mendekati kita hanya ketika mereka merasa kita bisa bermanfaat untuk mereka. Tapi ketika kebutuhannya itu sudah terpenuhi, mereka akan hilang begitu saja seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
Padahal hal seperti itu tidak diperbolehkan dalam Islam, karena segala perbuatannya harus terikat dengan hukum syara. Jika kita telusuri lagi dengan hukum syara ini, maka makna dan maksud berteman itu landasannya harus karena Allah.
Jadi, berkawan dan memiliki teman baik dari kalangan kaum Muslimin dengan landasannya karena Allah semata, bukan karena asas manfaat atau bukan karena motif dari kepentingan manfaat.
Pemikiran berteman atas asas manfaat itu disebabkan kita berada dalam lingkungan yang membuat kita bersudut pandang sekuler kapitalis, dengan menyandarkan semuanya hanya pada keuntungan materil saja.
Jadi berteman hanya karena ada kepentingan saja, menjalin hubungan semata-mata ada kepentingan sesaat. Paradigmanya kalau di dalalm kapitalis baru menjalin hubungan kalau ada kepentingannya. Sedangkan di dalam Islam, menjalin pertemanan bukan karena ada kepentingannya, tapi karena ada dorongan hukum syara.
Sebagaimana kita tahu, kalau paradigma kepitalis ini menyandarkan segala sesuatunya hanya pada materi atau asasnya manfaat saja. Akhirnya cara memandang bertemannya pun demikian. Sedangkan dalam Islam berpikirnya kita itu adalah hamba.
Kita itu adalah makhluk dari Allah yang kemudian segala tindak tanduk makhluk ini tidak lepas dari apa yang diatur oleh Allah. Jadi ketika mau melakukan sesuatu akan senantiasa merujuk kepada penciptanya.
BACA JUGA:Â Bersih-bersih Pertemanan
Maka berteman itu pastikan karena Allah semata. Bukan motif keduniaan saja, sebab jika segalanya sudah karena mengharap ridha Allah, kemungkinan pertikaian akan berkurang. Kalaupun terjadi selisih beda pendapat, kembali akrab akan lebih mudah. Jadi harus dipastikan juga kita berteman dengan orang yang beriman, karena jika tidak beriman kepada Allah bagaimana bisa berteman karena Allah.
Berteman dalam Islam harus yang bisa membuat diri termotivasi untuk bersegera meningkatkan ketaatan. Yang bisa membersamai dalam perjuangan menuju kampung akhirat, baik saat lapang maupun sempit, saat suka maupun duka. Yang saling menasihati karena tulus menyayangi dan tak ingin murka menimpa diri.
Dan berteman dalam Islam itu bukan hanya sekadar untuk senang-senang di dunia saja. Jadi jangan sampai pertemanan kita di dunia yang sebentar, membuat kita dapat masalah besar dan saling tuntut di akhirat kelak. []