JENEWA—Pemerintah Myanmar harus memberikan kewarganegaraan kepada Rohingya untuk memungkinkan ratusan ribu orang dari minoritas muslim itu kembali ke negara bagian Rakhine, kata kepala pengungsi PBB, Kamis (02/11/2017) kemarin.
“Orang-orang ini tidak bisa terus tidak berkewarganegaraan karena tanpa kewarganegaraan mereka rentan menghadapi diskriminasi dan penganiayaan, seperti yang terjadi di masa lalu,” kata Filippo Grandi, komisi tinggi PBB untuk pengungsi.
Lebih dari 600.000 warga Rohingya mengungsi dari Rakhine sejak akhir Agustus selama operasi militer yang digambarkan PBB sebagai pembersihan etnis dan krisis pengungsi paling buruk di dunia.
Pihak berwenang Myanmar mengatakan penindakan keras tersebut merupakan respons terhadap serangan militan Rohingya di pos polisi pada akhir Agustus.
“Untuk memungkinkan orang-orang kembali dan memastikan itu dapat berkelanjutan, Anda perlu membahas masalah kewarganegaraan yang sangat kompleks ini,” kata Grandi.
“Tidak akan ada pemulangan yang berkelanjutan… jika masalah ini tidak diselesaikan,” katanya
Selama puluhan tahun, warga Rohingya menghadapi diskriminasi di negara mayoritas Buddha Myanmar, tempat mereka tidak mendapatkan kewarganegaraan dan direndahkan sebagai imigran ilegal.
Selain mengakui Rohingya sebagai warga negara, Grandi mengatakan, pemerintah Myanmar juga harus menyetujui program pembangunan untuk negara bagian Rakhine, salah satu negara bagian termiskin di negara tersebut.
Kekerasan harus dihentikan dan para pekerja bantuan kemanusiaan harus diberi akses ke Rakhine untuk menjangkau mereka yang membutuhkan bantuan setelah desa-desa dibakar dan warga yang tersisa menghadapi kelaparan, kata Grandi.
Otoritas Myanmar sedang melakukan pembicaraan dengan Program Pangan Dunia PBB untuk melanjutkan pengiriman makanan ke Rakhine, namun detail upaya pengiriman bantuan belum ditetapkan menurut dia.
Grandi mengatakan pemerintah Myanmar telah mengundang badan pengungsi PBB ke pertemuan untuk membahas penderitaan warga Rohingya dan dia berharap ini akan mengarah ke kerja sama yang lebih luas, pungkasnya demikian seperti dilansir dari AFP.[]