SALAH satu cara untuk mendapatkan bekal hidup duniawi adalah dengan berdagang. Dalam hal ini, Al Qur’an dan hadits Nabi ﷺ telah menjelaskan hukum dan tata cara berdagang yang benar secara detail. Ada beberapa keutamaan pedagang yang jujur dalam Islam.
Karena Islam adalah agama yang syamil dan mutakamil, maka segala hal yang berhubungan dengan kehidupan manusia di dunia diatur tata cara dan hukumnya oleh Islam.
Dalam pandangan Islam, halalnya harta adalah hisab, sedangkan haramnya adalah adzab. Sebab, setiap manusia akan ditanya, darimana ia mendapatkannya, dan kemana ia membelanjakannya.
Jika ia mendapatkannya dengan cara halal, maka ia akan selamat dari azab Allah SWT. Dan sebaliknya, sekiranya ia mendapatkannya dengan cara yang haram, maka ia akan mendapatkan siksa dari Allah, sekalipun ia gunakan untuk kebaikan.
BACA JUGA: Pesan Buat para Pedagang, Bagaimana Jika Nabi Muhammad ﷺ Masuk ke Tokomu?
Oleh karena itu, seorang mukmin yang selamat adalah: dia yang bertakwa kepada Allah subhanahu wataala dan mengumpulkan hartanya dengan cara yang halal dan juga membelanjakannya kepada yang halal. Maka, dalam konteks orang yang mencari rezeki dengan cara berdagang, ia harus menjadi seorang pedagang yang jujur.
Pedagang yang Jujur dalam Islam:
Rasulullah SAW bersabda:
التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ الْأَمِيْنُ مَعَ النَّبِيّينَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ
“Seorang pedagang yang jujur, (kelak di hari kiamat akan dikumpulkan oleh Allah) bersama para nabi, shiddiqin, dan para syuhada’.” (Hadis Hasan Riwayat at-Tirmidzi)
Hadis tersebut menunjukkan besarnya keutamaan seorang pedagang yang memiliki sifat jujur, karena dia akan dimuliakan dengan keutamaan besar dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah subhanahu wataala, dengan dikumpulkan bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat.
Imam Ath-Thiibi mengomentari hadis ini dengan mengatakan:
“Barang siapa yang selalu mengutamakan sifat jujur dan amanah, maka dia termasuk golongan orang-orang yang taat kepada Allah SWT; termasuk kalangan orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid. Tetapi barang siapa yang selalu memilih sifat dusta dan khianat, maka dia termasuk golongan orang-orang yang durhaka; dari kalangan orang-orang yang fasiq atau pelaku maksiat.”
Allah SWT berfirman:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا! ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ عَلِيمًا
“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan (dikumpulkan) bersama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: para nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.” (Q.S. An-Nisaa’: 69-70)
BACA JUGA: Kenapa Harus Jadi Pedagang?
Pedagang yang Jujur dalam Islam:
Ketika seorang muslim mencari rezeki dengan cara berdagang, maka pastilah ia menginginkan keuntungan yang didapatkannya menjadi harta yang berkah. Yaitu harta yang kemanfaatannya selalu bertambah, dan membawa kebaikan dan kebahagiaan kepada pemiliknya.
Apalagi jika ia mempunyai istri dan anak-anak yang harus dinafkahi. Tentu ia tidak ingin menyediakan makanan dan kebutuhan hidup untuk keluarganya dari harta yang haram yang dibenci oleh Allah subhanahu wataala.
Untuk bisa memperoleh harta yang berkah, Rasulullah ﷺ memberikan petunjuk dalam sabdanya:
اَلْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا، بُوْرِكَ لَهُمَا فِيْ بَيْعِهِمَا، وَإنْ كَتَمَا وَكَذَبَا، مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا(مُتَّفَقٌ عَلَيه)
Artinya:“Penjual dan pembeli, mempunyai hak untuk meneruskan atau membatalkan akad mereka selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan (kelebihan dan kekurangan barang yang dijual) maka keduanya diberkahi dalam jual belinya. Namun sekiranya keduanya menyembunyikan (kecacatan barang yang dijual) serta berdusta, maka keberkahan jual belinya dihapus (oleh Allah SWT).” (Muttafaq’ alaih).
Pedagang yang Jujur dalam Islam:
Dari hadits tersebut, dapat dipetik beberapa pelajaran:
Yang pertama; maksud sifat jujur dan amanah dalam berdagang adalah dalam menyampaikan informasi yang berhubungan dengan akad tersebut dan penjelasan tentang cacat atau kekurangan pada barang dagangan yang dijual jika memang ada cacatnya. Maka hendaklah penjual dan pembeli selalu berkata benar dan tidak menyembunyikan sesuatu dalam rangka mengambil keuntungan secara tidak halal dari akad tersebut.
Yang kedua; kejujuran dalam berjual beli inilah yang menjadi sebab keberkahan dan kebaikan dalam perdagangan dan jual beli. Allah akan membersamai mereka dengan mencurahkan ridha-Nya karena melaksanakan perintah Rasul dalam berdagang.
Yang ketiga; keberkahan dalam jual beli akan membawa kepada keberkahan harta yang dihasilkannya, sehingga dapat memberikan kemanfaatan yang berlipat dari semua sisi; berupa pahala dari Allah, kebahagiaan keluarga yang memakan harta tersebut dan kepercayaan dari konsumen dan relasi.
Dan yang keempat; hilangnya keberkahan akan membawa seseorang terjatuh ke dalam dosa dan kemaksiatan dalam membelanjakan harta tersebut. Karena semua daging yang tumbuh dari harta yang haram akan menjadi kayu bakar api neraka, sebagaimana dalam sabda Nabi: “Semua daging yang tumbuh dari harta yang haram, maka api neraka lebih berhak untuk membakarnya.” (H.R ath-Thabrani dan dishahihkan oleh Syekh al-Albani).
BACA JUGA: 3 Sifat Ini Wajib Dimiliki Pedagang Jika Tidak Ingin Rugi di Dunia dan Akhirat
Pedagang yang Jujur dalam Islam:
Selain mempunyai sifat jujur, seorang pedagang juga harus mempunyai ilmu mengenai akad atau transaksi yang halal dan yang haram. Karena ketidaktahuan akan hal itu, memudahkan seseorang terjerumus pada pelanggaran syar’i dengan melakukan transaksi yang dilarang oleh Islam.
Oleh karena itu, menjadi kewajiban setiap pedagang muslim untuk mempelajari tata cara berdagang yang benar dan diridhai Allah subhanahu wataala.
Diriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah berkata:
لاَيَبِعْفِيْسُوْقِنَاإِلاَّمَنْقَدْتَفَقَّهَفِيالدِّيْن
“Janganlah berdagang di pasar kami kecuali orang yang sudah mengerti dalam agama (yaitu mengenai akad yang halal dan yang haram).” (H.R. at-Tirmidzi dan dihasankan oleh Syekh al-Albani)
Pedagang yang Jujur dalam Islam:
Larangan Umar bin al-Khaththab tersebut, adalah sebuah ketegasan seorang pemimpin dalam menjaga rakyat dan umatnya dari mudharatyang mungkin terjadi karena transaksi yang melanggar syariat.
Dan seharusnya begitulah seorang pemimpin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia harus selalu memberikan bimbingan yang dapat menghantarkan kepada surga, dan tidak membiarkan rakyatnya berada dalam keburukan. []