DALAM melakukan interaksi di media sosial, ada rambu-rambu yang harus dipatuhi seorang muslim. Rambu-rambu itu termuat dalam Fatwa MUI No 24 Tahun 2017. Fatwa tersebut berisi hukum dan pedoman kegiatan bermuamalah di media sosial yang baik.
Berikut hukum dan pedoman bermuamalah di media sosial yang baik berdasarkan Fatwa MUI No 24 tahun 2017:
1 Hukum dan Pedoman Bermuamalah di Media Sosial: Dilandasi iman dan taqwa pada Allah SWT
Dalam bermuamalah dengan sesama, baik dalam kehidupan riil maupun media sosial, setiap Muslim wajib mendasarkan pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan (mu‟asyarah bil ma‟ruf), persaudaraan (ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq) serta mengajak pada kebaikan (al-amr bi al-ma‟ruf) dan mencegah kemunkaran (al-nahyu an al-munkar).
2 Hukum dan Pedoman Bermuamalah di Media Sosial: Memperhatikan adab
Setiap Muslim yang bermuamalah melalui media sosial wajib memperhatikan etika atau adab saat bermuamalah, baik pada sesama umat muslim maupun yang bukan Muslim.
Konsep bermuamalah yang baik adalah senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran serta kemaksiatan. Selain itu, muamalah juga dapat dijadikan ajang untuk mempererat persaudaraan (ukhuwwah),baik persaudaraan keislaman(ukhuwwah Islamiyyah), persaudaraan kebangsaan(ukhuwwah wathaniyyah), maupun persaudaraan kemanusiaan(ukhuwwah insaniyyah).
BACA JUGA: Dua Mata Pisau Media Sosial
3 Hukum dan Pedoman Bermuamalah di Media Sosial: Dilarang menghasut dan memfitnah di media sosial
Setiap Muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk melakukan ghibah, fitnah, berprasangka buruk, namimah (adu domba), penyebaran permusuhan, melakukan bullying, ujaran kebencian, dan ajakan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antargolongan. Persoalan-persoalan ini secara tegas dibahas dan dilarang berdasarkan dalil berikut:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mahapenerima taubat, Mahapenyayang. (QS Al Hujurat: 12)
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ
“Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, yang suka mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah” (QS Al Qalam: 10 – 11)
عَنْ حُذَيْفَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ (رواه البخاري و مسلم )
“Tidak akan masuk surga, ahli namimah (adu domba).” (HR Al Bukhari dan Muslim)
4 Hukum dan Pedoman Bermuamalah di Media Sosial: Tidak melanggar ketentuan agama dan hukum undang-undang yang berlaku
Bermuamalah melalui media sosial harus dilakukan tanpa melanggar ketentuan agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain menjaga dari sisi agama, hendaknya juga kita perhatikan hukum bermuamalah melalui media sosial yang diatur negara.
Dalam hukum negara, hal ini diatur dalam UU No. 19 Tahun 2016 sebagai perubahan atas UU N0. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), ada lima pasal yang mengatur etika bermedia sosial, mulai dari pasal 27-30. Undang-undang ini mengatur tentang konten yang tidak selayaknya diunggah, penyebaran hoaks, ujaran kebencian, termasuk juga mencuri data tanpa izin.
BACA JUGA: Awas, Inilah Tipu Daya Setan di Media Sosial
5 Hukum dan Pedoman Bermuamalah di Media Sosial: Verifikasi kebenaran informasi/konten yang diterima
Setiap orang yang memperoleh konten/informasi melalui media sosial (baik yang positif maupun negatif) tidak boleh langsung menyebarkannya sebelum diverifikasi dan dilakukan proses tabayun serta dipastikan kemanfaatannya.
Upaya melakukan tabayun juga lebih baik dilakukan secara tertutup kepada pihak yang terkait, tidak dilakukan secara terbuka di ranah publik (seperti melalui group media sosial), yang bisa menyebabkan konten/informasi yang belum jelas kebenarannya tersebut semakin beredar luas ke publik. Dalil anjuran tabayun adalah sebagai berikut:
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنۡ جَآءَكُمۡ فَاسِقٌ ۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوۡۤا اَنۡ تُصِيۡبُوۡا قَوۡمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصۡبِحُوۡا عَلٰى مَا فَعَلۡتُمۡ نٰدِمِيۡنَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS Al Hujurat: 6)
6 Hukum dan Pedoman Bermuamalah di Media Sosial: Perhatikan isi konten/informasi sebelum disebarkan ke khalayak luas
Pembuatan konten/informasi yang akan disampaikan ke ranah publik harus berdampak baik bagi penerima dalam mewujudkan kemaslahatan serta menghindarkan diri dari kemafsadatan.
Kontennya tidak menyebabkan dorongan untuk berbuat hal-hal yang terlarang secara syar’i, seperti pornografi, visualisasi kekerasan yang terlarang, umpatan, dan provokasi. Jangan tergesa-gesa menyampaikan informasi yang belum teruji validitasnya.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “التَّأَنِّي مِنَ اللَّهِ، وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ ” (أخرجه البيهقي)
Dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ketengangan itu datang dari Allah SWT dan ketergesaan itu dari setan.” (HR Al Baihaki)
BACA JUGA: Etika Bermedia Sosial dalam Islam
7 Hukum dan Pedoman Bermuamalah di Media Sosial: Penyebaran konten/informasi dilakukan apabila sudah teruji kebenarannya
Konten/informasi yang akan disebarkan kepada khalayak umum harus memenuhi kriteria baik dari sisi isi, sumber, waktu dan tempat, latar belakang serta konteks informasi disampaikan.
Selain itu, perlu diperhatikan juga informasi tersebut cocok dan layak diketahui oleh masyarakat dari seluruh lapisan sesuai dengan keragaman orang/khalayak yang akan menjadi target sebaran informasi.
Tidak disarankan untuk menyebarkan informasi, apabila informasi tersebut tidak cocok atau sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu.
Demikian garis besarnya, poin-poin yang harus diperhatikan ketika bermuamalah melalui media sosial berdasarkan tuntunan fatwa MUI yang didasari dengan dalil yang syar’i. []
SUMBER: MUI