FINANSIAL merupakan kebutuhan yang penting dalam kehidupan. Kebutuhan hidup terkadang tak menentu. Tak jarang menurun, namun sering kali meningkat. Saat kebutuhan sedang mendesak, sedangkan kondisi keuangan sedang menurun lalu apa yang seharusnya dilakukan?
Sebagian orang memilih untuk menggadaikan barang berharga yang dimilikinya. Sebab meminjam uang dengan jaminan dan bunga yang tinggi dirasa lebih berat. Sedangkan sistem dalam pegadaian dinilai lebih ringan karena suku bunga dan jangka waktunya dapat disesuaikan dengan kemampuan penggadai.
BACA JUGA: Memanfaatkan Barang Gadai Harus Dihitung sebagai Utang
Sebagai muslim yang baik, segala transaksi keuangan harus dipertimbangkan dalam sudut pandang Islam. Sebab Islam sangat mengatur transaksi keuangan umatnya agar tidak menyimpang dari syari’at Islam. Seperti, riba yang diharamkan dalam Islam. Simaklah sejarah riba dalam Islam agar Anda mengetahui kenapa riba diharamkan!
Nah, berikut ini akan diulas mengenai hukum pegadaian dalam fiqih Islam.
Pengertian Gadai dalam Islam
Dalam islam, Gadai dikenal dengan istilah ar rahn yang berarti tetap dan langgeng. Sedangkan menurut istilah syar’i, ar rahn ialah harta yang diserahkan sebagai jaminan atas hutang yang besarnya sesuai dengan barang yang dijaminkan.
Islam memperbolehkan transaksi gadai, yang sesuai dengan dalil di bawah ini.
Firman Allah Ta’ala,
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian” (QS. Al Baqarah: 283).
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi secara tidak tunai (utang), lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan gadaian berupa baju besi” (HR. Bukhari no. 2068 dan Muslim no. 1603).
Berdasarkan hadits lainnya, gadai ini hanya diperbolehkan ketika seseorang bermukim. Jadi, bila ia sedang dalam keadaan bersafar, maka tidak diperbolehkan baginya untuk melakukan gadai.
“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, baju besi beliau tergadaikan pada orang Yahudi sebagai jaminan untuk 30 sho’ gandum (yang beliau beli secara tidak tunai).” (HR. Bukhari no. 2916).
Namun, seseorang harus teliti saat melakukan transaksi keuangan atau jual beli menurut Islam. Karena meskipun ar rahn atau gadai ini diperbolehkan, namun ada syarat dan ketentuannya. Tidak sembarang barang atau harta benda bisa digadaikan.
Barang Jaminan Gadai Bukan Barang Terlarang
Barang yang hendak digadaikan haruslah yang bernilai ekonomis, kepemilikan pribadi dan bukan barang yang diharamkan dalam Islam. Barang yang boleh digadaikan bisa berupa sertifikat tanah, emas perhiasan, kendaraan bermotor, rumah dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Catatan tentang Gadai
Sementara yang haram digadaikan ialah seperti yang tertuang dalam dalil berikut ini.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hasil penjualan anjing, penghasilan pelacur dan upah perdukunan.” (HR. Bukhari no. 2237 dan Muslim no. 1567).
Seperti yang kita ketahui bahwa anjing, perzinaan, perdukunan dan sebagainya merupakan hal yang terlarang dan diharamkan oleh syari’at Islam. Pahamilah penyebab anjing haram dalam Islam dan jauhilah sebagai sasaran gadai. []
SUMBER: DALAMISLAM