AL-QUDS– Tanggal 21 Agustus 2018 kemarin, warga Palestina dan kelompok pejuang Hamas memperingati empat puluh delapan (48) tahun, peristiwa pembakaran Masjid al Aqsha oleh Denis Michael Rohan, seorang ekstremis Kristen dari Australia.
“Sebagai penjajah, Israel tidak punya kedaulatan atas Timur Baitul Maqdis, termasuk Masjidil Aqsha dan sekitarnya,” ungkap Fatah, gerakan yang berkedudukan di Tepi Barat, dalam pernyataannya.
“Baitul Maqdis, termasuk Al-Aqsha, adalah bagian integral dari tanah Palestina yang terjajah (oleh ‘Israel’) pada 1967,” tegas Fatah dikutip Midle East Monitor.
Dalam pernyataan terpisah, Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) mengutuk sejarah kebencian yang berkelanjutan rezim Zionis terhadap rakyat Palestina dan masjid suci ketiga umat Islam itu.
Kedua gerakan Palestina itu menegaskan kembali kecaman mereka terhadap sejarah panjang antagonisme ‘Israel’ terhadap kompleks Masjidil Aqsha.
Sehubungan itu, kedua gerakan ini mendesak bangsa Arab dan umat Islam seluruh dunia, bersama komunitas internasional, untuk sama-sama bergandengan tangan untuk mengakhiri kependudukan rezim Israel ke Timur Yerusalem , umumnya dan Masjid Al-Aqsa, khususnya.
Bagi Hamas, tindakan Zionis yang melanggar di tanah suci, merusak masjid dan terus menggali terowongan di bawah Masjid Al-Aqsha merupakan tindakan yang tidak dapat diterima sama sekali.
Faktanya, Hamas memuji semangat orang-orang Palestina dalam menghadapi konspirasi ekstremis Zionis yang menguasai pemerintah Israel.
“Kejahatan yang dilakukan oleh Zionis dan tindakan yang terus berlanjut terhadap rakyat dan tanah Palestina, serta masjid suci, hanya memperkuat tekad kita untuk menolak Zionis,” kata Hamas.
Sebagaimana diketahui, dalam kejadian pada 21 Agustus 1969 lalu, Rohan melakukan serangan dengan api sampai merusak beberapa bagian masjid, termasuk mimbar kayu dan gading berusia lebih 1.000 tahun yang dibangun untuk merayakan keberhasilan Saladin merebut Yerusalem dari Tentara Salib.
Kebakaran itu juga turut menghancurkan mihrab Khalifah Omar bin al-Khattab, selain sebagian besar interior serta kubah kayu.
Dua hari setelah serangan itu, Rohan ditangkap oleh otoritas penjajah Israel yang kemudian mengklaim pria itu memiliki masalah mental, dan mengirimnya pulang ke Australia.
Menyusul insiden itu, negara-negara Islam mendirikan Konferensi Kerjasama Islam yang disingkat OKI.
Pada 15 September 1969, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi Resolusi 271, yang mengutuk serangan terhadap masjid itu dan mengkritik pemerintah rezim Israel karena gagal menghormati keputusan PBB.
Sementara kesaksian Syeikh Ikrimah Shabri, Ketua Majelis Tinggi Islam di Kota Al-Quds mengatakan, dalam peristiwa itu, tentara Zionis mulai membuat opini umum dengan mengatakan, kebakaran akibat aliran listrik. Sebelumnya bahkan mereka menahan datangnya mobil pemadam kebakaran dari sejumlah kota di Tepi Barat.
Yang menarik kala itu, pihak gereja mendukung kelompok radikalis Zionis dan meminta agar Al-Aqsha dihancurkan dan segera dibangun kuil di bawah reruntuhanya, ujar Syeikh Ikrimah.[]