MENIKMATI hasil jerih sendiri, inilah empat penjelasan bahwa Pekerjaan adalah Ibadah. Rasulullah ﷺ bersabda: “Makanan terbaik yang dimakan seseorang adalah makanan yang diperoleh dari hasil kerja kerasnya sendiri.”
Kisah Nabi Daud AS
Pekerjaan adalah ibadah. Dikisahkan, nabi Daud AS penasaran dengan kepribadiannya sendiri. Beliau pun meminta pendapat kepada bawahannya. Suatu hari, malaikat Jibril menampakkan diri dalam sosok manusia.
Daud bertanya kepadanya, “Hai anak muda, bagaimana pendapatmu tentang Daud?”
Ia menjawab, “Daud adalah hamba yang baik, tapi punya satu kekurangan.”
Nabi Daud bertanya, “Apa kekurangannya?”
Ia menjawab, “Daud masih menggantungkan makanannya dari Baitul mal milik kaum muslim. Padahal, Allah sangat mencintai hambaNya yang makan dari hasil keterampilan tangan yang sendiri.”
Lalu, beliau kembali ke mihrabnya, menangis tersedu-sedu dan berdoa, “Wahai Tuhanku, ajarkanlah keterampilan kepadaku, sehingga saya tidak makan dari Baitul mal kaum muslim.”
Maka, Allah SWT pun mengajarkan kepada Daud cara merajut baju perang dan melenturkan besi baginya, sehingga besi itu seperti tepung yang mudah dibentuk.
Semenjak itulah, setiap kali ia selesai memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya, ia pun membuat baju perang, lalu menjualnya.
Daud dan keluarganya hidup dari uang hasil penjualan baju perang ini.
Sebagaimana Allah SWT berfirman: “Dan telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kaum dalam peperangan mu, maka hendaklah kamu bersyukur kepada Allah.” (QS: Al-Anbiya: 80)
BACA JUGA: 5 Tips bagi Mualaf agar Konsisten Menjalani Ibadah
Kisah Al Awza’i
Pekerjaan adalah ibadah. Dikisahkan, Al Awza’i bertemu Ibrahim Ibnu Adham sedang memangggul seikat kayu bakar. Lalu Al Ghazali berkata kepadanya, “Hai Abu Ishaq, Sampai kapan kamu akan terus begitu, biarkan saudara-saudaramu yang akan mencukupimu?”
Ibrahim Ibnu Adham menjawab, “Biarkan aku seperti ini wahai Abu Umar. Karena saya mendengar bahwa orang yang rela mengorbankan kehormatannya untuk mencari usaha yang halal, maka surga wajib baginya.”
Sebagian ulama salaf menyatakan bahwa awal suapan yang dimakan oleh seseorang dari usaha yang halal, akan menyebabkan dosa-dosanya yang telah lalu diampuni. Dan barangsiapa yang rela menjadi pekerja rendahan, guna mencari usaha yang halal, maka dosa-dosanya akan berguguran seperti daun-daun yang berguguran dari pohon.”
Dalam syair disebutkan:
Mengangkat batu besar dari puncak gunung adalah lebih aku cintai daripada pemberian pemberian orang lain
Orang-orang mengatakan, bekerja itu aib
Aku menjawab, air dalam hal ini akan dimintai pertanggungjawabannya
BACA JUGA: Pertahankan Potensi Ibadahmu
Kisah Umar Ibnu Khattab RA
Pekerjaan adalah ibadah. Umar Ibnu Khattab RA berkata: “Hai orang-orang fakir, bangkitlah dan berbisnislah, karena jalan mencari rezeki sangat jelas. Janganlah kamu menjadi peminta-minta.”
Umar RA berkata: “Tempat kematian yang paling saya cintai adalah pasar, karena di tempat inilah saya menjual dan membeli barang untuk memenuhi kebutuhan keluargaku.”
Umar RA berkata: “Janganlah kalian malas mencari rezeki dan hanya berdoa, ‘Ya Allah berikanlah rezeki kepadaku.’ bukankah kalian semua tahu bahwa langit tidak pernah menurunkan hujan emas dan perak?”
Kisah Ibnu Mas’ud RA
Pekerjaan adalah ibadah. Ibnu Mas’ud RA berkata: “Sungguh saya sangat membenci pengangguran yang tidak bekerja untuk mencukupi kehidupan dunianya dan malas beribadah untuk bekal akhiratnya.”
BACA JUGA: Menggabungkan Niat Ibadah dan Tujuan Duniawi
Kisah Ahmad Ibnu Hanbal
Pekerjaan adalah ibadah. Ahmad Ibnu Hanbal pernah ditanya, “Bagaimana pendapatmu tentang orang yang mengurung diri di rumah atau berdiam di masjid. Orang itu tidak bekerja sama sekali dan menunggu datangnya rezeki?”
https://www.youtube.com/watch?v=55fJCZ65Na4&t=22s
Ahmad menjawab, “Dia adalah orang bodoh. Dia tidak mendengar sabda nabi SAW yang menegaskan bahwa sesungguhnya Allah menjadikan rezeki dibawah bayangan keterampilan tangan.”
Semangat ya, tulang pungung keluarga. []
Sumber : Buku: Nasihat Langit untuk Maslahat di Bumi, Oleh: Syekh Abdul Hamid Al-Anquri (Ulama Abad ke-8)