Oleh: Aziz Bashor Pratama
Mahasiswa Ilmu Al-Quran dan Tafsir IAIN Surakarta
bashorpratama1719@gmail.com
AL-QURAN merupakan satu kesatuan dimana satu ayat dengan yang lainnya mempunyai korelasi atau keterkaitan. Untuk itu para ulama mengenalkan kepada kita tentang ilmu munasabah. Guna memahami Al-Quran secara komprehensif.
Munasabah secara etimologi diartikan musyakalah yang artinya keserupaan dan muqorabah yang artinya kedekatan[ Acep Hermawan, Ulumul Quran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hal. 122], keduanya dikemukakan oleh al Suyuti.
BACA JUGA: Baca Al-Quran tanpa Tahu Artinya, Bagaimana?
Dari segi etimologi bisa disimpulkan bahwa keterkaitan yang terjadi minimal terdapat dalam dua perkara yang bersifat dhohir maupun khofiy atau yang berbentuk konkret maupun abstrak.[ Nashiruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal.183]Dan dalam Maqayis al loghoh ن س ب diartikan hubungan suatu dengan suatu lainnya.[ Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, (Jakarta: Qof, 2017), hal. 821]
Menurut Manna al Qhahthan munasabat adalah suatu pengertian yang mengandung aspek hubungan antara suatu kalimat dengan kalimat lain dalam suatu ayat, atau antara satu ayat dengan ayat lain dalam satu surat (himpunan beberapa ayat), atau hubungan surat dengan surat lain dalam al Quran. Sedangkan Quraish Syihab menyatakan bahwa korelasi itu adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal yang tertentu dalam al Quran baik surat maupun ayatnya.[ Ibid, hal. 184]
Munasabah merupakah bagian eksternal dalam memahami al Quran, dan sangat berperan penting dalam penafsiran, para ahli berpendapat bahwa munculnya ilmu ini diperkenalkan oleh al Imam Abu Bakar ‘Abd Allah bin Muhammad al Naysaburi (w.324 H) di kota baghdad dan beliau menurut al Suyuti adalah seorang pakar yang menonjol dalam ilmu syariat dan sastra (al Itqon fi Ulumul Quran, Bairut, Dar al Fikri, II, 1979, h. 108).[ Nashiruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, hal 185]
Konon munasabah ayat sudah digunakan Rosulullah dalam tafsir bil ma’tsur. Ketika Qs. al An’am ayat 82
diwahyukan kepada Rasulullah:
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَلَمۡ يَلۡبِسُوٓاْ إِيمَٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ
82. Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Para sahabat merasa keberatan dengan diwahyukannya ayat itu. Kemudian salah satu sahabat menanyakannya, “Wahai Rasulullah mana ada orang yang tidak mendzalimi dirinya?” lantas beliau menjawab “Pemahamannya tidak seperti yang kalian maksud, tidaklah kalian mendengar apa yang dikatakan seorang hamba yang sholeh kepada anaknya” Kemudian beliau melafalkan Qs. Luqman ayat 13 :
BACA JUGA: Ini Jawaban Alquran atas Masalah dan Keluh Kesahmu
وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ
13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”
Ayat itu menjadi penjelas atas Qs. al An’am ayat 82. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keterkairan pada lafaz dholim yang dimaksud adalah kesytirikan.
Untuk itu memahami munasabah dalam Al-Quran merupakan hal yang terpenting. Sehingga dalam memahami Al-Quran tidak sepotong-sepotong. Melainkan dapat memahami secara komprehensif dan menyeluruh. Dan dengan adanya munasabah kita dapat menyingkap petrunjuk-petunjuk ilahiy yang tersirat. wallahu’alam. []