DIRIWAYATKAN dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda:
“Janganlah salah seorang diantara kalian kencing dalam air tenang yang tidak mengalir, kemudian ia mandi dari air itu.”
Syariat Islam memiliki perhatian besar terhadap kesucian dan langkah antisipasi berbagai penyebab bahaya. Dalam hadits di atas, Abu Hurairah mengabarkan bahwa Nabi Muhammad SAW melarang keras kencing dalam air tenang yang tidak mengalir. Sebab akan menyebabkan air tercemari najis dan berbagal bakteri yang terkadang ada dalam air kencing, sehingga membahayakan setiap orang yang menggunakan air ini. Bahkan boleh jadi, orang yang kencing ini menggunakannya sendiri untuk mandi.
BACA JUGA: Dianggap Sepele, Air Kencing Banyak Akibatkan Siksa Kubur
Bagaimana mungkin ia kencing pada air yang akan menjadi alat bersucinya?
Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga melarang orang yang junub mandi di air yang menggenang, karena dapat mencemari air dengan kotoran dan bekas junubnya.
Pelajaran-pelajaran yang dapat diambil dari hadits ini:
1. Larangan kencing di air tenang yang tidak mengalir. Larangan ini bermakna mengharamkan jika air itu dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Bila tidak, maka berarti makruh (dibenci). Hukum buang air besar di air ini, seperti buang air kecil. Bahkan lebih dilarang lagi.
2. Boleh kencing di air yang mengalir, sebab air kencing akan mengalir bersama air dan tidak menetap. Akan tetapi bila ada seseorang di bawah menggunakan air itu, janganlah kencing di air itu
karena dapat mengotorinya.
3. Larangan mandi junub dalam air yang tergenang. Larangan ini berarti haram jika penakan manusia. Bila perbuatan itu mencemari air yang akan digunakan manusia. Jika tidak, maka berarti makruh.
4. Boleh mandi junub pada air yang mengalir.
5. Kesempurnaan syariat Islam, yang terwujud dalam perhatian besarnya terhadap kesucian dan langkah antisipasi dari berbagai penyebab bahaya.
BACA JUGA: Najiskah Air Kencing Kucing?
Sebagai catatan, secara eksplisit hadits ini menunjukkan tak ada perbedaan antara air yang banyak dan sedikit. Tapi larangan kencing dan mandi junub di air yang sedikit lebih keras, karena air ini relatif lebih mudah terkotori dan tercemari. sedang air yang sangat melimpah dan tidak mungkin terpengaruh oleh air kencing atau tercemari oleh mandi junub, seperti air laut, tidak masuk dalam larangan ini. Sedangkan air yang tergenang selama waktu tertentu, contohnya air kolam di kebun-kebun, jika dapat terpengaruh oleh air kencing atau tercemari mandi junub lantaran volumenya yang sedikit atau lama tak kemasukan air baru, maka termasuk dalam larangan ini. Bila tidak seperti itu, tak ada indikasi konkret masuk dalam larangan (Thnbihul AJham, I: 24-25). []
Referensi: Ensiklopedi Halal Haram Dalam Islam/Karya: Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin/Penerbit: Zam Zam