KECANDUAN game atau media sosial rupanya memiliki dampak yang sangat berbahaya. Salah satu kasus yang baru-baru ini menggemparkan dunia yakni aksi teror di dua masjid di Cristchurch, Selandia Baru, juga terkait dengan prilaku pelakunya yang diduga dipengaruhi kecanduan game atau media sosial.
Direktur Indonesia Muslim Crisis Centre (IMCC), Robi Sugara menyebut, aksi penembakan yang terjadi di Masjid Al Noor, Christchruch, Selandia Baru menggunakan metode lone wolf.
BACA JUGA:Â Kurang dari 3 Menit, Brenton Tarrant Habisi Jamaah Masjid di Christchurch
Metode lone wolf merupakan indikasi yang memperlihatkan bahwa pelaku dari aksi teror penembakan tersebut merupakan seseorang yang kecanduan dengan media sosial atau game.
Robi pun menjelaskan bahwa kelompok aksi teror tersebut tidak mempunyai kelompok jaringan kelompok yang besar. Mereka hanya terdiri 2 hingga 3 orang yang bertemu melalui media sosial atau aplikasi permainan.
“Yang di Selandia Baru itu model lone wolf. Pelakunya tidak memiliki jaringan kelompok. Jika berkelompok hanya terdiri antara 2-3 orang,” ujar Robi, Jumat (15/3/2019).
Kecanduan dengan media sosial atau game itu pun yang membuat salah satu pelakunya, yakni Brenton Tarrant melakukan aksi penembakannya secara livestream di akun media sosial Facebook.
“Sama halnya dengan kasus bom marathon di Amerika. Dia diradikalisasi oleh internet atau self radicalised, dimana dia adalah korban dari narasi islamphobia,” terangnya.
BACA JUGA:Â Siapa Brenton Tarrant, Teroris Penembakan Brutal di 2 Masjid Selandia Baru?
Diketahui, Brenton Tarrant dan kawan-kawan melakukan aksi teror dengan menembakan senjata secara brutal di masjid An Noor dan Masjid Linwood, Cristchurch, Selandia Baru. Aksi itu dilakukan saat jemaah masjid sedang melakukan shalat Jumat.
Korban yang tewas dalam peristiwa itu tercatat sebanyak 49 orang, sementara puluhan lainnya luka-luka. []
SUMBER: OKEZONE