BERBAGAI macam karakter manusia telah Allah SWT ciptakan dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka. Hal ini adalah salah satu cara Allah SWT untuk membuat kita saling mengasihi dan saling melengkapi kekurangan kita satu sama lain.
Selain itu, kita juga diberi pengertian bahwa manusia pada dasarnya sama rata di hadapan Allah SWT, tidak peduli kita kaya atau miskin, pejabat atau rakyat jelata, insinyur atau kuli. Tidak peduli sempurna atau cacat fisik kita, semua sama karena yang membedakan kita di mata Allah SWT hanyalah amal ibadah.
BACA JUGA: Mana yang Lebih Utama, Syukur atau Sabar?
Kalau pun cacat dan sempurna itu menjadi penilaian, maka yang Allah SWT nilai di sini bukanlah fisik, melainkan amalan dan ibadah kita. Tentu dalam hal ini cacat dan sempurna bukan Allah SWT yang menentukan, melainkan diri kita sendiri. Diri kitalah yang menentukan dalam golongan yang mana kita termasuk di dalamnya. Kita memilih menjadi golongan orang-orang yang menjadi pelopor kebaikan, atau pelopor kejahatan?
Dari Anas beliau mengatakan, bahawa Rasulullah SAW bersabda,“Sungguh, di antara manusia ada yang sebagai pembuka bagi adanya kebaikan. Ada pula sebagai penutup bagi berakhirnya kejahatan. Namun ada pula mereka yang membuka kejahatan serta menutup kebaikan. Sungguh beruntung adanya bagi seorang hamba yang Allah jadikan baginya sebagai pembuka kebaikan. Sungguh binasa bagi seorang hamba, Allah jadikan ia pembuka kejahatan di tangannya.”
Inilah hadits tentang kepeloporan. Kata pelopor berasal dari bahasa Belanda yaitu “voor loper.” Artinya orang yang berjalan di depan. Kalau seseorang memasuki hutan belantara, dialah yang pertama kali masuk untuk “membabat alas” atau membuka jalan sehingga orang di belakangnya tinggal mengikuti. Ia membangunkan infrastruktur agar dapat dimanfaatkan bnayak orang. Ia juga memberikan tanda agar orang tidak tersesat. Atau memberikan petunjuk yang mengarah ke jurang sehingga tidak terjerumus ke dalamnya.
Orang yang beramal seperti ini mendapat pahala yang paling banyak karena terus mengalir sepanjang orang tersebut mengikuti dan memanfaatkannya. Amal yang dikerjakannya dikenal dengan amal jariyah di mana pahalanya selalu mengalir meskipun ia sudah meninggal. Contoh sederhana adalah seseorang merintis mengadakan pengajian di kompleks tempat dia tinggal atau di kantor tempat dia bekerja. Mulanya memang susah. Lingkungan tempat dia berada sangat hedonis dan jauh dari nilai-nilai agama.
Namun dengan telaten dia berusaha mengumpulkan satu dua orang untuk mengaji. Dia mendatangkan guru mengaji dan memberikan petuah sesuai dengan kebutuhan orang di situ. Lama kelamaan peserta pengajian menjadi banyak. Meskipun dia sudah pindah dari kompkes tersebut pengajiannya tetap berjalan dengan peserta yang terus bertambah. Akhirnya kompleks yang tadinya penghuninya jarang mengaji jadi rajin menuntut ilmu agama.
Orang seperti ini tidak saja mempelopori mengadakan pengajian. Ia juga berusaha untuk menutup lokasi perjudian yang sering dilakukan warga di ujung kompleks. Dengan menghubungi tokoh masyarakat dan orang-orang yang tidak suka dengan perjudian tersebut ia mulai bergelirya agar gardu yang seharusnya menjadi pos keamanan tapi beralih fungsi jadi lokasi perjudian di bongkar saja. Masyarakat dijelaskan tentang bahayanya perjudian apalagi kadang penjudi tersebut juga peminum yang akhirnya kalau mabuk suka mengganggu warga yang lain.
Akhirnya ia meminta rekan-rekannya untuk menutup gardu dan membuatkan gardu khusus untuk keamanan sehingga tidak memungkinkan lagi orang berjudi di situ. Itulah contoh pelopor terhadap perbuatan yang baik. Membuka pintu kebaikan dan menutup pintu kemaksiatan.
BACA JUGA: Dua Jenis Kebaikan
Namun ada pula pelopor kejahatan. Jika seseorang mempelopori sesuatu untuk berbuat jahat maka dosa orang yang mengikutinya juga akan dilimpahkan kepadanya tanpa mengurangi dosa orang yang melakukannya. Dosanya juga dosa jariyah, akan terus menimpanya meskipun dirinya telah meninggal.
Sebagai contoh, seorang atasan yang baru dipindahkan ke suatu cabang melarang pengajian karyawan yang sudah biasa berjalan dengan dalih kegiatan kantor hanya untuk pekerjaan saja atau pengajian akan mengurangi produktivitas. Akhirnya pengajian di kantor tersebut tiada lagi dan lama kelamaan karyawannya kehilangan nilai-nilai keagamaan.
Atasan sekuler satu ini juga membiasakan karyawannya untuk berpesta pora di akhir tahun yang dalam pesta tersebut dihidangkan minuman keras, pertunjukan yang mengumbar aurat dan dansa dansi.
Orang seperti ini ganjaran siksanya akan luar biasa. Ia ditimpahkan dosa akibat yang besar karena menutup jalan kebaikan serta merintis jalan kemaksiatan. Apabila atasan tersebut dipindah ke kantor atau cabang lain sementara pengajian tidak lagi ada dan pesta akhir tahun terus dibudayakan maka dosanya akan terus mengalir kepadanya. Nau’dzubillah min dzalik. []
Sumber: Hikmah dari Langit/Ust. Yusuf Mansur & Budi Handrianto/Penerbit: Pena Pundi Aksara/2007