Oleh: Iranti Mantasari, BA.IR
Mahasiswi Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam UI
ADAPUN Suriah, negeri yang merupakan bagian dari wilayah yang dikenal kaum Muslimin sebagai Syam bersama dengan Libanon, Palestina, dan Yordania juga kini masih diliputi konflik. Tahun 2019 menandai bahwa konflik Suriah akan memasuki tahun kedelapan. Hal ini seakan berusaha menggambarkan kepada kita bahwa terdapat masalah yang cukup mengakar di negeri ini sehingga konfliknya masih terus berjalan.
Bashar al Assad sebagai putera dari Hafez al Assad yang menguasai Suriah merupakan seorang Syi’ah Nushairiyyah telah bercokol pada tahtanya hari ini sejak tahun 2000. Berbagai diskriminasi yang dilakukan rezimnya pada rakyat Suriah memicu pergolakan tahun 2011.
BACA JUGA: Peluang dan Tantangan Kebangkitan Islam di Timur Tengah bag. 1
Konflik Suriah merupakan konflik yang kompleks, karena banyak sekali kepentingan asing yang ikut berkontestasi di sana. Secara garis besar, pihak yang berkonflik di Suriah terbagi menjadi dua, yakni kubu pro rezim Bashar dan kubu kontra rezim.
Kedua kubu inipun selain diisi oleh aktor internal seperti kelompok-kelompok Islamis, juga dirunyamkan dengan keikutsertaan aktor regional dan ekstra-regional seperti Amerika Serikat, Rusia, Israel, Turki, Arab Saudi, Iran, dll. Pihak pro rezim bertujuan untuk memertahankan Bashar di kursi kekuasaan sehingga dapat memuluskan kepentingan mereka, sedangkan kubu kontra rezim Bashar, selain ingin menumbangkan rezim juga diwarnai oleh motivasi ideologis di bawah payung kontra terorisme.
Peluang dan Tantangan Kebangkitan Islam
Setelah memiliki gambaran mengenai bagaimana konstelasi perpolitikan di Timur Tengah, sebagai seorang Muslim, penting juga bagi kita untuk melihat masa depan Islam di wilayah ini akan seperti apa. Lagi-lagi hal ini tidak bisa dipisahkan dari fakta bahwa Timur Tengah memang merupakan tanah yang seringkali disebut oleh Rasulullah Muhammad SAW. Pemikiran yang cukup mendalam mengenai tantangan dan peluangpun sangat mungkin dibahas atas apa yang terjadi di kawasan ini.
Suriah, Yaman, serta Palestina sebetulnya hanya sebagian kecil dari kompleksitas permasalahan di Timur Tengah. Wilayah Syam yang juga merupakan bagian dari Timur Tengahpun tak dipungkiri mendapat imbas dari konflik kepentingan yang terjadi. Menurut hemat penulis, negeri-negeri di Timur Tengah saat ini meskipun berlabelkan “Islam” dan penguasanya mayoritas berlabelkan “Muslim”, belum mencerminkan bagaimana perpolitikan yang seharusnya berjalan di dalam Islam.
Negeri dan penguasa tersebut masih berada di bawah pengaruh kapitalisme-liberalisme, sehingga mengizinkan mereka bekerjasama dengan pihak-pihak kafir yang jelas memusuhi Islam. Apabila negeri-negeri dan penguasa Islam di Timur Tengah masih kerap mengekor di belakang kekuatan Barat ini, maka membangkitkan kembali Islam seperti yang sudah dikabarkan oleh Rasulullah akan membutuhkan upaya umat yang jauh lebih besar dan banyak.
Adapun terkait dengan peluang kebangkitan Islam, wilayah Timur Tengah sebetulnya sudah memiliki satu “bekal” utama, yaitu bahwa tanah Syam yang dimuliakan oleh Allah dan RasulNya berada di dalam kawasan ini. syam dalam banyak hadits disebutkan sebagai tempat kemenangan kaum muslimin dalam peperangan melawan kaum kafir, tempat bertahannya iman, hingga tempat berlindung dari fitnah dajjal. Spesialnya tanah ini tentu memberikan nilai lebih tersendiri dibandingkan wilayah lain di muka bumi untuk menyaksikan kebangkitan Islam. Terdapat suatu hadits yang cukup masyhur yang disampaikan oleh lisan mulia baginda Rasulullah Muhammad SAW, yakni
“Periode kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu datang periode khilafah aala minhaj nubuwwah (kekhilafahan sesuai manhaj kenabian), selama beberapa masa hingga Allah ta’ala mengangkatnya. Kemudian datang periode mulkan aadhdhan (penguasa-penguasa yang menggigit) selama beberapa masa. Selanjutnya datang periode mulkan jabbriyyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah ta’ala. Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw diam.” (HR Ahmad).
BACA JUGA: Menakar Prostitusi dari Hukum Indonesia dan Islam
Geliat kebangkitan Islam untuk mewujudkan kembali Khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah seperti yang dijanjikan Rasulullah sudah dapat dirasakan. Para pemikir politik Islam dengan pengkajian yang tajam mengenai nubuat Rasulullah dan fenomena akhir zaman banyak yang sudah merumuskan upaya-upaya penegakan Khilafah Islamiyah ini.
Meskipun demikian, sinergi yang sudah dirintis oleh para pemikir Islam tersebut sepatutnya disambut oleh umat serta penguasa Muslim jika memang benar-benar merindukan kebangkitan Islam. Hal ini disebabkan karena Khilafah Islamiyah yang merupakan tonggak kebangkitan Islam haruslah diupayakan dengan penuh kesadaran dan ketaatan kaum Muslimin atas perintah Allah swt. Wallahu a’lam bisshawwab.[]
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: redaksi@islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.