Oleh: Wahyuni Tri Ernawati
Mahasiswi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang, Peneliti di Darr al-Qalam Semarang
yuni20072017@gmail.com>
MARAKNYA isu-isu lingkungan yang akhir-akhir ini bermunculan, ditengarai pelbagai pihak merupakan buah dari ledakan populasi manusia di bumi. Jumlah manusia yang semakin membludak mengakibatkan timbulnya problematika baru di masyarakat terutama yang menyoal keberlangsungan makhluk hidup.
Sebagian besar membawa pengaruh negatif bagi ekosistem, seperti, global warming, polusi, desertifikasi, penipisan lapisan ozon dan sebagainya. Sampai saat ini, problematika-problematika itu tidak kunjung menemui titik temu.
Sepanjang abad 20 populasi global tumbuh lebih dari empat kali lipat dibandingkan satu dekade yang lalu. Saat ini ada 7,61 miliar populasi manusia di muka bumi menurut catatan biro sensus Amerika Serikat (AS) atau United States Cencus Bureau (USCB) dan mencapai 8 miliar pada 2027. Diperkirakan tren tersebut akan mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, hingga mencapai puncak pada abad ke 21.
Jumlah populasi yang tidak terkendali itu, berimbas pada melambungnya kebutuhan perindividu terutama masalah pangan dan papan. Namun, lahan di bumi yang dapat ditanami tanaman sebagai sumber pangan semakin tiada, karena tergusur oleh pembangunan infrastruktur-infrastruktur baru. Lantas, manusia dengan jumlah bermilyaran itu mau makan apa jika sumber kebutuhan makanan tidak tersedia? Bisa dipastikan akan banyak manusia yang kurang sejahtera dan mengalami masalah kesehatan, apabila tidak ada terobosan baru perihal tersebut.
Setiap orang juga membutuhkan rumah untuk dijadikan tempat tinggal, tetapi lahan yang layak didirikan rumah, kini semakin sempit. Hal itu, mengakibatkan harga tanah mengalami pelonjakan harga yang signifikan karena jumlah permintaan yang kian tinggi. Alhasil, seseorang akan berpikir ulang kesekian kali apabila hendak memiliki lahan apalagi sebuah rumah. Tidak perlu menunggu waktu lama, fakta tersebut dapat kita saksikan secara langsung pada zaman sekarang. Di perkotaan, tidak sedikit manusia yang tidak memiliki tanah atau lahan, tempat untuk berteduh saja belum punya, bahkan masih nomaden.
Jika hal tersebut dibiarkan terus-menerus bukan tidak mungkin bumi akan mengalami krisis demografi akibat ledakan populasi. Bumi akan mengalami ketidaksetimbangan karena jumlah penghuni bumi semakin tidak terkontrol sedangkan ketersediaan sumber daya yang terdapat di alam kian menipis. Allah swt berfirman:
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” QS. Al-Mulk ayat 3.
Apabila manusia tidak segera mengambil tindakan untuk mengantisipasi ledakan populasi ini, maka bumi akan menjadi tidak seimbang karena menanggung beban populasi global yang besar beserta kerusakan yang mengiringinya. Jika tidak seimbang, maka berarti manusia menyalahi aturan Allah swt sebab merusak tatanan keseimbangannya.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia adalah negara berpenduduk terpadat keempat di dunia, dengan jumlah total populasi sekitar 260 juta penduduk. Mayoritas masyarakatnya didominasi oleh suku Jawa dan Sunda. Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia pada 2045 akan mencapai 319 juta jiwa atau meningkat 52 juta jiwa dibandingkan saat ini sebanyak 267 juta jiwa.
Saat ini, Indonesia tengah menanti-nantikan sebuah pencapaian besar yang akan diperoleh pada kurun waktu 100 tahun setelah kemerdekaan, yaitu sekitar tahun 2045. Pada tahun tersebut, Indonesia akan mengalami masa bonus demografi yaitu masa di mana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan penduduk tidak produkif. Dengan jumlah penduduk produktif yang banyak, seyogyanya diseimbangkan dengan sumber daya mereka seperti peningkatan kualitas pendidikan atau ketrampilan guna menyongsong era industri 4.0.
Namun, apakah benar-benar akan menjadi bonus atau keuntungan tergantung pada seberapa besar usaha yang dipersiapkan untuk menghadapi tahun ‘Emas’ itu. Oleh sebab itu, pemerintah bersama masyarakat perlu bahu-membahu menata dan mengontrol populasi, agar peluang terjadi krisis demografi semakin kecil. Contoh hal yang dapat diberlakukan adalah pengadaan perpindahan penduduk (transmigrasi) ke seluruh daerah di Indonesia.
Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk menyamaratakan populasi dan meniadakan penggelembungan di titik-titik tertentu, misalnya di perkotaan. Selain itu, masyarakat juga dapat berpartisispasi membantu mengendalikan populasi dengan melakukaan program KB (Keluarga Berencana) dari pemerintah. Apabila tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi? Mari berbenah lakukan perubahan selamatkan bumi pertiwi. Wallahu a’lam bi al-shawwaab. []
Kirim tulisan Anda yang sekiranya sesuai dengan Islampos lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word, ukuran font 12 Times New Roman. Untuk semua tulisan berbentuk opini, harap menyertakan foto diri. Isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.