HANYA ada 11 pemain di lapangan dari total 28 pemain Maroko di Qatar. Sebelum pertandingan, semua menengadahkan tangan, membaca Al-Fatihah dan shalawat, dan semua ibu dari 28 pemain ini, juga memohon pada Tuhan-nya: Maroko, sebuah negara di Afrika yang ilmu-ilmu keislamannya tak pernah padam, diberikan terbaik.
Di balik itu, bukan hanya ibu ke-28 pemain saja. Semua ibu di Rabat ibukota, Marrakesh, Tangier, dan bahkan desa kecil di Casablanca tempat Achraf Hakimi kecil besar dan tumbuh, semuanya mengatakan, “Untuk anak-anak kami.”
BACA JUGA: Obat Sakit Hati
Di lapangan, drama berakhir 1-0 untuk Maroko. Cristiano Ronaldo menangis, karena ini adalah Piala Dunia terakhirnya; empat tahun lagi, dia sudah berusia 40 tahun, dan kecuali Anda seorang kiper, sulit bagi Anda untuk mendapat tempat, dan bersaing dengan nafas kuda anak anak muda di usia 20-an tahun.
Kita tentu tak bisa begitu saja mengatakan bahwa ini takdir: Maroko adalah negara Muslim pertama yang masuk semi final Piala Dunia. Anak-anak Maroko para pemain yang selama 20 tahun terakhir, menempa diri di klub-klub besar Eropa: Madrid, Inter, Chelsea, PSG. So, sepakbola, layaknya Matematika: kamu ga ikhtiar ya ke laut lah. Satu lagi, pemandangan mana di Piala Dunia selama puluhan tahun, para ibu masuk lapangan, menangis haru, bangga dan bersyukur, karena perjuangan anak-anaknya?
BACA JUGA: Ongkos Angkot
Kalau kamu masih punya ibu, berbahagialah. Sapa dan peluklah. Mungkin doa ibumu tak sampai mengantarkanmu ke semi final (atau bisa jadi final dan juara, who knows?) di Piala Dunia. Tapi satu doanya, adalah jimat dalam kehidupanmu. []