Oleh: K.H. Muhammad Cholil Nafis, Lc., MA., Ph.D
PEMANFAATAN harta benda wakaf dilakukan dengan cara pengelolaan dan investasi. Sebab harta wakaf hanya dapat dimanfaatkan hasilnya sedangkan pokoknya harus tetap terpelihara. Apalagi harta wakaf produktif secara ekonomi maka harus dikelola sesuai dengan potensinya untuk menghasilkan sehingga manfaatnya disalurkan kepada peruntukannya.
Investasi adalah menempatkan modal dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas modal tersebut. Di samping untuk mendapatkan keuntungan, investasi juga ditujukan untuk mengurangi tekanan inflasi sehingga kekayaan yang dimiliki tidak merosot nilainya karena digerogoti oleh inflasi. Pada dasarnya investasi erat hubungannya dengan perbankan, dan pasar modal.
BACA JUGA:Â Gemilangnya Wakaf Sejak Pertama Kali RI Merdeka
Umumnya investasi dikategorikan pada dua jenis yaitu real assets seperti gedung, kendaraan, dan sebagainya, maupun financial assets yakni investasi yang dilakukan pada aspek keuangan, seperti deposito, obligasi, reksadana, dan pasar modal.
Investasi harta wakaf dalam tatanan Islam merupakan sesuatu yang sangat unik yang berbeda dengan investasi di sektor pemerintah (public sector) maupun sektor swasta (private sector). Begitu uniknya, sektor wakaf ini bahkan kadang-kadang disebut sebagai ‘sektor ketiga’ (third sector) yang berbeda dengan sektor pemerintah dan sektor swasta. Keunikan itu, tampak bahwa pengembangan harta melalui wakaf tidak didasarkan pada target pencapaian keuntungan bagi pemodal saja, baik pemerintah maupun swasta, tetapi lebih didasarkan pada unsur kebajikan dan kerjasama.
Kegiatan investasi dilakukan dalam upaya mengembangkan, mendayagunakan dan memberi nilai tambah ekonomi, serta meningkatkan nilai manfaat sosial atas harta wakaf. Kegiatan investasi ditujukan pada sektor riil yang menguntungkan sesuai target market dan risk acceptance criteria. Kegiatan ini akan dijalankan dengan menggunakan dana wakaf yang dihimpun sesuai program wakaf, serta dapat juga dilakukan penghimpunan dana dengan pola kerjasama investasi yang bersifat komersil dari para investor menggunakan pola Musyarakah, Ijaroh, dan pola investasi komersil lainnya sesuai syariah.
Dengan demikian, wakaf dalam syariah Islam sebenarnya mirip dengan sebuah economic corporation, di mana terdapat modal untuk dikembangkan yang keuntungannya digunakan bagi kepentingan umat. Yang lebih menjamin keabadian wakaf itu adalah adanya ketentuan tidak boleh menjual atau mengubah aset itu menjadi barang konsumtif, tetapi tetap terus menjadikannya sebagai aset produktif. Dengan kata lain, paling tidak secara teoritis, wakaf harus selalu berkembang dan bahkan bertambah menjadi wakaf-wakaf baru. Dari pelaksanaan kegiatan investasi ini diharapkan diperoleh keuntungan usaha.
Bila kegiatan investasi menggunakan dana penghimpunan wakaf, maka atas keuntungan bersih usaha hasil investasi ini (yaitu keuntungan usaha setelah dikurangi biaya usaha), akan dibagikan sesuai ketentuan Undang-undang Wakaf, yaitu 90% keuntungan akan diperuntukkan untuk tujuan wakaf (maukuf ‘alaih), dan 10% untuk penerimaan Pengelola/Nazhir Wakaf.
Sedangkan bila kegiatan investasi menggunakan dana kerjasama Investor, maka hasil usaha akan dibagi sesuai kesepakatan bagi hasil dengan Investor. Selanjutnya untuk bagi hasil porsi Pengelola/Nazhir wakaf akan dipecah menjadi dua bagian, yaitu 90% akan disalurkan kepada maukuf ‘alaih, dan 10% untuk penerimaan Nazhir.
Wakaf telah mempunyai sejarah yang panjang dalam instrument sosial dan ekonomi masyarakat Islam. Keberhasilan perwakafan dalam sejarah Islam membuktikan bahwa Islam mampu memberi solusi jaminan sosial dan kesejahteraan bagi pemeluknya.
Wakaf dalam sejarah Islam tidak hanya menjadi pilar kesejahteraan masyarakat atau perorangan, lebih dari itu wakaf telah menjadi pilar ekonomi negara dalam membangun inprastruktur, ekonomi, ketahanan dan peradaban. Sebagaimana spirit perwakafan yang ditunjukkan oleh sayyidina Umar bil al-Khaththab pada saat mewakafkan tanah yang paling baik dan subur di Khaibar adalah untuk turut andil dalam memberi kontribusi terhadap kebutuhan masyarakat dan mensejahterakan umat.
BACA JUGA:Â Inspirasi Sumur Wakaf Ustman bin Affan
Pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rashid. Puteri Zubaidah (istri Khalifah) pernah membangun jalan raya dari Baghdad di Irak sampai ke Mekkah. Jalan itu dibangun untuk mempermudah perjalanan jamaah yang hendak menunaikan ibadah haji di Makkah. Seluruh biaya pembangunan tersebut berasal dari harta wakaf yang dikelola oleh Puteri.
Pada masa pemerintahan Utsmani di Turki, dana wakaf berhasil meringankan perbelanjaan negara, terutama untuk menyediakan fasilitas pendidikan, sarana perkotaan dan fasilitas umum lainnya.
Sedangkan wakaf di Mesir sudah semenjak lama harta wakaf dikelola, dan berhasil membangun dan membiayai dosen, mahasiswa dan staf Universitas Al-Azhar (Universitas tertua di dunia). Seluruh biaya operasional kegiatan Universitas mulai dari biaya mahasiswa (seluruhnya beasiswa), staf pengajar, pimpinan dan pengembangan Universitas berasal dari harta wakaf. []
SUMBER: CHOLILNAFIS.COM