IMAN menurut akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah memiliki cabang yang banyak. Di antara cabang iman tersebut ada yang merupakan rukun, ada yang wajib, ada pula yang mustahab. Seseorang dinyatakan beriman atau menyandang nama iman adalah dengan kalimat yang agung, yaitu kalimat tauhid la ilaha illallah. Kalimat ini menjadi akad keimanan. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
اْلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً -أَوْ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً- أَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ اْلإِيْمَانِ
“Iman mempunyai 63 atau 73 cabang. Yang paling utama adalah kalimat tauhid la ilaha illallah. Yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang dari keimanan.”
Keimanan adalah ikatan, sedangkan pembatal adalah hal yang melepaskan atau memutuskan ikatan tersebut. Jadi, pembatal keimanan adalah berbagai perkara atau perbuatan yang menjadikan pelakunya kafir keluar dari Islam. Apa saja yang termasuk dalam pembatal keimanan? Berikut di antaranya:
1 Pembatal Iman karena ucapan
Pembatal keimanan karena qauliyah letaknya adalah di lisan. Bentuknya, seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang menyebabkan batal keimanannya dan ia menjadi kafir karenanya.
BACA JUGA: Sedekah adalah Salah Satu Bukti Keimanan
Banyak orang yang memiliki persepsi bahwa ucapan-ucapan yang mengandung kekafiran, seperti mencela Allah subhanahu wa ta’ala atau Rasul shallallahu alaihi wa sallam, atau mencela din (agama) dan semisalnya, tidaklah menjadi sebab pelakunya kafir keluar dari Islam, selama di dalam hatinya masih ada keimanan. Anggapan ini tentu saja keliru karena bertentangan dengan nas (dalil) dan apa yang telah ditetapkan ulama.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
لَّقَدۡ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡمَسِيحُ ٱبۡنُ مَرۡيَمَۚ
“Sesungguhnya, telah kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah itu ialah al-Masih putra Maryam’.” (QS. al-Maidah: 17)
لَّقَدۡ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّ ٱللَّهَ ثَالِثُ ثَلَٰثَةٍۘ
“Sesungguhnya, telah kafirlah orang-orang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah adalah salah satu dari yang tiga’.” (QS. al-Maidah: 73)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Barang siapa mengucapkan perkataan kufur dengan lisannya, dalam keadaan sengaja dan tahu bahwa itu adalah ucapan kufur, ia telah kafir lahir dan batin. Tidak boleh bagi kita terlalu berlebihan sehingga harus dikatakan, ‘Mungkin saja dalam hatinya ia mukmin’. Siapa yang mengucapkan (kekufuran) itu, sungguh dia telah keluar dari Islam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
مَن كَفَرَ بِٱللَّهِ مِنۢ بَعۡدِ إِيمَٰنِهِۦٓ إِلَّا مَنۡ أُكۡرِهَ وَقَلۡبُهُۥ مُطۡمَئِنُّۢ بِٱلۡإِيمَٰنِ وَلَٰكِن مَّن شَرَحَ بِٱلۡكُفۡرِ صَدۡرًا فَعَلَيۡهِمۡ غَضَبٌ مِّنَ ٱللَّهِ وَلَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Barang siapa kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa). Akan tetapi, orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (QS. an-Nahl: 106) (ash-Sharimul Maslul, hlm. 524)
Al-Hafizh Ibnu Abdil Bar rahimahullah menerangkan bahwa para ulama telah bersepakat bahwa orang yang mencela Allah dan Rasul-Nya, menolak sesuatu yang telah Allah turunkan, atau membunuh seorang nabi Allah alaihimus salam meski dia mengimani apa yang Allah turunkan, maka dia kafir. (at-Tamhid, 4/226, melalui nukilan dari at-Tawassuth wal Iqtishad, hlm. 38)
Dengan demikian, barang siapa mencela Allah subhanahu wa ta’ala, dia kafir, baik bercanda maupun serius. Demikian pula orang yang menghina Allah, ayat-ayat-Nya, rasul-Nya, dan kitab-kitab-Nya.
2 Pembatal Iman karena Perbuatan
Pembatal iman yang disebabkan oleh ‘amaliyah adalah seseorang melakukan perbuatan-perbuatan yang menjadikannya kafir, yakni tindakan yang dilakukan dengan unsur kesengajaan dan penghinaan yang jelas terhadap din (agama). Misalnya, sujud kepada patung atau matahari, melemparkan mushaf Al-Qur’an ke tempat-tempat kotor, melakukan sihir, dan sebagainya.
Tak ada seorang pun dari kaum muslimin keluar dari Islam sampai dia menolak satu ayat dari Kitab Allah atau menolak sesuatu dari hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, atau shalat kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala, atau menyembelih bagi selain Allah. Jika ada yang melakukan salah satu dari hal tersebut, engkau wajib mengeluarkannya dari Islam. Demikian ditegaskan Imam al-Hasan bin Ali al Barbahari rahimahullah dalam Syarhus Sunnah (hlm. 31).
BACA JUGA: 4 Langkah Tingkatkan Keimanan
Setelah menerangkan kekafiran karena ucapan, Al-Qadhi Iyadh bin Musa rahimahullah berkata, “Demikian pula kami menyatakan kafir terhadap perbuatan yang telah disepakati oleh kaum muslimin sebagai perbuatan yang tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang kafir, meski pelakunya menyatakan Islam saat melakukannya. Contohnya, (perbuatan) sujud kepada patung atau matahari, bulan, salib, dan api, serta berusaha mendatangi gereja dan berjanji setia bersama penghuninya. Semua perbuatan ini tidaklah dilakukan kecuali oleh orang-orang kafir.”
3 Pembatal Iman karena Keyakinan
Pembatal iman i’tiqadiyah adalah keyakinan-keyakinan dalam hati atau amalan-amalan hati yang membatalkan keimanan. Misalnya, al-i’radh (berpaling), yakni meninggalkan al-haq (kebenaran), tidak mempelajarinya dan tidak pula mengamalkannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
بَلۡ أَكۡثَرُهُمۡ لَا يَعۡلَمُونَ ٱلۡحَقَّۖ فَهُم مُّعۡرِضُونَ
“Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, karena itu mereka berpaling.” (QS. al-Anbiya’: 24)
Barang siapa berpaling dari syariat yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dari Rabb-nya, dengan cara memalingkan hatinya sehingga tidak beriman terhadapnya atau memalingkan anggota badan sehingga mengamalkannya, berarti dia kafir karena pembangkangannya itu. (al-Madkhal, hlm. 156)
Kekafiran karena i’tiqad (keyakinan) yang lainnya adalah menolak dan menyombongkan diri di hadapan al-haq, melecehkannya dan melecehkan para pengikutnya, dalam keadaan meyakini bahwa apa yang dibawa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah benar-benar dari Rabb-nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ ٱسۡجُدُواْ لِأٓدَمَ فَسَجَدُوٓاْ إِلَّآ إِبۡلِيسَ أَبَىٰ وَٱسۡتَكۡبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. al-Baqarah: 34)
Menganggap halal (istihlal) terhadap sesuatu yang diharamkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan diketahui secara pasti keharamannya dalam agama adalah penyebab kekafiran, terutama jika menyangkut i’tiqad (keyakinan). Adapun kalau menyangkut fi’il (perbuatan), harus dilihat dahulu bentuk perbuatannya, apakah perbuatan yang menyebabkan pelakunya kafir ataukah tidak. []