INDUSTRI sektor halal nasional di Indonesia memiliki potensi besar di pasar halal baik nasional maupun global. Ini tentu saja akan menjadi salah satu media yang menjadi pemberdayaan perekonomian umat.
Penyebabnya:
Pertama, Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia.
Kedua, mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Ketiga, adanya bonus demografi hingga tahun 2034 yang menunjukan kelompok usia produktif menjadi bagian terbesar (67.69%) penduduk Indonesia.
Dengan potensi tersebut, kebutuhan produk halal di Indonesia akan terus tumbuh dan semakin besar.
Sedangkan untuk tataran global, Pew Research Center1) memproyeksikan total penduduk muslim dunia akan meningkat dari 1,6 milyar jiwa di tahun 2010 menjadi 2,2 jiwa di tahun 2030.
Hal ini tentu akan menjadi mesin pendorong tersendiri bagi industri produk halal dunia, karena permintaan produk halal akan berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk muslim.
Permintaan akan produk halal pada faktanya tidak hanya datang dari kalangan muslim semata, tetapi juga non muslim, hal ini disebabkan karena meningkatnya preferensi masyarakat non muslim untuk mengkonsumsi produk-produk berlabel halal.
BACA JUGA:Â Â Indonesia Ingin jadi Pemain Industri Halal Dunia
Pemberdayaan Perekonomian Umat, Pertumbuhan 5,2% per Tahun
Dalam skala global, konsumsi pada sektor makanan dan minuman halal (halal food and beverage), pakaian (fashion), keuangan (Islamic finance), pariwisata (Muslim friendly travel), farmasi (halal pharmaceuticals), kosmetik (halal cosmetics) serta media dan hiburan (halal media and recreation), secara total tidak kurang dari USD 2.2 triliun dengan tingkat pertumbuhan 5.2% per tahun.
Laporan Global Islamic Economic Index tersebut memberikan gambaran besarnya peluang yang bisa dimanfaatkan Indonesia untuk berperan sebagai pemain utama di industri halal global.
Peningkatan preferensi masyarakat non muslim terhadap produk halal terlihat juga di berbagai negara dengan penduduk muslim minoritas, seperti terlihat di Filipina, negara dengan penduduk muslim minoritas (hanya 10 persen dari total penduduk sebanyak 84 juta jiwa), di Jepang juga demikian.
Fenomena ini juga terjadi di Prancis dan negara-negara Eropa lainnya 2). Preferensi akan produk-produk halal ini salah satunya terkait dengan masalah kualitas yang lebih terjamin dan higienitas produk-produk halal. Produk halal tentu sesuai dengan syariat Islam, yakni halal dan toyiban (baik), karena produk halal dan baik adalah aturan dalam Islam sebagaimana yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits dalam perilaku ekonomi.
Pemberdayaan Perekonomian Umat, Makanan dan Minuman Halal
Kinerja industri halal nasional memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat. Berdasarkan laporan The State of Global Islamic Economic Report Tahun 2019/2020, Indonesia menempati peringkat 5 dalam ekonomi Islam global, setelah Malaysia, UAE, Bahrain, dan Saudi Arabia.
Global Islamic Economic Report Tahun 2019-2020 juga menunjukkan sektor makanan halal memiliki kinerja ekonomi paling tinggi di antara 6 sektor lainnya sampai 2019 kemarin.
Sudah pasti hal ini tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan dasar manusia terhadap komoditi makanan. Namun, industri makanan dan minuman halal Indonesia belum masuk dalam 10 besar negara dengan kinerja makanan halal terbaik dunia. 3)
Di sisi lain, pengembangan sektor industri produk halal sudah menjadi perhatian tersendiri oleh pemerintah Republik Indonesia, hal ini terlihat dari upaya-upaya pemerintah dalam mengeluarkan kerangka hukum untuk pengembangan industri produk halal dalam negeri, salah satunya pada tahun 2014, pemerintah Indonesia mengeluarkan regulasi Jaminan Produk Halal (JPH) melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014.
Dalam Undang-undang disebutkan bahwa seluruh produk barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat wajib bersertifikat halal.
Pada 17 Oktober 2019, undang-undang Jaminan Produk Halal tersebut efektif diberlakukan yang mengikat seluruh masyarakat, khususnya pelaku dalam industri halal di Indonesia.
Pemberdayaan Perekonomian Umat, BPJPH
Untuk menjamin terealisasinya jaminan produk halal, pemerintah membentuk suatu badan yang bertanggung jawab atas terselenggaranya jaminan produk halal, yakni Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). BPJPH yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama.
Dalam melaksanakan wewenangnya BPJPH bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan LPH (Lembaga Pemeriksa Halal).
BACA JUGA:Â Umat Muslim Bisa Kuasai Ekonomi Dunia, Begini Caranya
Dengan terbukanya potensi pasar produk halal yang begitu besar dan terus bertumbuh dan sudah adanya landasan hukum dari negara serta adanya tuntunan praktis dari LPPOM MUI maka sudah seyogyanya sektor riil industri halal di Indonesia dapat berkembang pesat.
Hal ini harus disambut dengan baik oleh umat dengan cara memanfaatkan seluruh peluang yang ada untuk memutar roda ekonomi. Sehingga secara makro perekonomian umat segera menggeliat dan tumbuh dengan pesat.
Senada dengan itu, saat ini lembaga dan organisasi islam berlomba-lomba memberdayakan umat untuk memanfaatkan peluang ekonomi yang ada tersebut. Salah satunya Aisyiyah sebagai organisasi yang telah menerapkan pemberdayaan ekonomi perempuan dalam sektor riil industri halal dalam skala mikro, kecil,dan menengah. []
1) Pew Research Center (2016). Mapping the Global Muslim Population: A Report on the size and Distribution of the World’s Muslim Population. Washington DC: Pew Researcher Center
2) Warta Ekspor Peluang Bisnis Produk Halal di Perancis Besar Berkat Pertumbuhan Penduduk Muslim Edisi: Ditjen PEN/MJL/004/4/2013.
3) Alt Talib,M.S., Abdul Hamid, A.B., & Zulfakar,M.H (2015). Halal supply chain critical success factors: A literature review. Journal of Islamic Marketing
4) LPPOM-MUI. 2021. Persyaratan Sertifikiasi Halal Industri Pengolahan Umum. HAS 23000-1. Bogor : Global Halal Centre.