Oleh: Andi Annisa Nur Dzakiyyah
Mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, UNISMUH Makassar
ALKISAH, dahulu pada masa kekhilafahan Abbasiyah tepatnya pada zaman kekhalifahan Abu Ishaq ‘Abbas Al-Mu’tasim Ibn Harun Ar-Rasyid (795-842 M), ada seorang budak wanita yang dilecehkan oleh orang Romawi ketika berbelanja di pasar di wilayah Amuriyyah. Budak tersebut tersingkap auratnya.
Tak terima dengan pelecehan tersebut, berteriaklah budak itu memanggil sang khalifah.
“Waa Mu’tasimaah!” yang artinya, “Dimana kau Mu’tasim? Tolonglah aku!” Khalifah Mu’tasim yang tengah berada di kota Baghdad menjadi geram. Ia mengerahkan pasukan demi melindungi si budak tersebut.
BACA JUGA: Sempat Buka Jilbab, Ikke Nurjanah Kini Mantap Berhijab
Begitulah kisah nyata yang heroik dari seorang pemimpin terhadap wanita budak yang dilecehkan tersebut. Islam memuliakan wanita. karenanya, diwajibkan atas mereka untuk menutup aurat. Hal ini pulalah yang menjadikan sang khalifah Mu’tashim menjadi geram.
Berbicara perihal menutup aurat, ada hal yang menjadi pembicaraan hangat di tengah masyarakat. Miftahul Jannah, Salah seorang atlit cabang olahraga Blind Judo pada perhelatan Asian Para Games 2018, rela didiskualifikasi dari pertandingan sebab tak ingin melepas hijabnya. Berdasarkan peraturan permainan, tiap pemain di wajibkan membuka hijab yang dikenakan demi keselamatan. Dikutip dari situs tribunnews.com, Miftahul Jannah diketahui akan bertanding melawan wakil Mongolia, Oyun Gantulga, di kelas 52 kg, Senin (8/10/2018). Hal ini lantas menuai berbagai reaksi di tengah masyarakat.
Tak Ada Ketaatan dalam Kemaksiatan
Menampakkan aurat di hadapan yang bukan mahram bagi seorang wanita adalah suatu perbuatan maksiat. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an di Surah An-Nur ayat 31 yang artinya , “ …Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya)…”
Perintah untuk menutup aurat datang dari Allah SWT, bukan perintah manusia. Oleh karena itu, tak dibenarkan jika membuka aurat hanya karena peraturan buatan manusia. Aturan pertandingan memang sepatutnya harus di penuhi agar tidak terdiskualifikasi. Namun, jika aturan tersebut akan menimbulkan kemaksiatan maka tidak boleh dipatuhi. Ketaatan mutlak hanya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Maka ketika terdapat aturan nyagn menyalahi aturan islam, sejatinya haram untuk dipatuhi.
Rasulullah SAW pernah bersabda “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu dalam kebaikan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu)
Pemenang yang Sebenarnya
Dalam pertandingan yang Blind Judo kali ini, Miftahul Jannah didiskulifikasi dan pertandingan dimenangkan oleh lawannya asal Mongolia, Oyun Galtuga. Dalam pandangan manusia tentu saja ia kalah. Namun sebenarnya ialah pemenang sejati. Hal itu dikarenakan ia mampu meredam keinginannya menjadi pemenang demi tetap menjaga hijbanya, kewajiban bagi wanita.
BACA JUGA: Gagal Tanding Judo, Miftahul Jannah Ingin Jadi Atlet Catur
Rasulullah SAW bersabda “Petarung sejati (mujahid) adalah orang yang mampu menaklukkan dirinya sendiri. Orang yang hijrah adalah orang yang mampu meninggalkan keburukan.” (HR Ahmad dan Baihaqi dari Fadhalah ibn `Ubaid).
Tentu saja, petarung sejati bukanlah mereka yang mampu menang dalam suatu kompetisi, melainkan mereka mampu menundukkan hawa nafsu dan tetap tunduk pada aturan Ilahi.
Aturan Islam Mengandung Maslahat
Sekalipun aturan dalam pertandingan Blind Judo mewajibkan peserta melepas hijab, dengan alasan keselamatan. Hal ini tetap termasuk perbuatan maksiat. Hal yang perlu diketahui adalah tiap aturan yang di tetapkan oleh hukum syara’ sejatinya akan mendatangkan maslahat dan rahmat kepada umat manusia, bukan kemudaratan. Sebagaimana firman Allah “Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari Tuham-mu sebagai petunjuk dan rahmat” (QS. Al An’aam: 157).
Yang dimaksud dari petunjuk dan rahmat dalam ayat diatas adalah aturan islam membawa manfaat bagi manusia atau menjauhkan kemudaratan. Inilah yang disebut sebagai maslahat yang berarti membawa kemanfaatan dan mencegah kerusakan.
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna yang mengatur seluruh aktivitas manusia. Tidak hanya dalam masalah berpakaian, tapi juga dalam hal pergaulan, perekonomian, pendidikan, kesehatan , pemerintahan, dan aspek lainnya. Allah SWT memerintahkan kita untuk senantiasa taat pada aturannya dalam seluruh aktivitas kehidupan,
Rasulullah SAW pernah “bertakwalah dimanapun kamu berada…” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi). Maka jelaslah di manapun kita berada, tetaplah harus terikat pada hukum syara’. Baik ketika dalam masyarakat dan negara, maupun pada diri sendiri. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.