TAJIKISTAN—Pemerintah Tajikistan dilaporkan telah melarang warganya memakai pakaian Muslim. Untuk itu pemerintah Tajikistan membentuk sebuah komisi untuk mempromosikan pakaian yang menurut pemerintah sesuai dengan budaya Tajikistan.
Namun upaya itu tampaknya bertentangan dengan tujuan utama, karena pemerintah Tajikistan dianggap melarang warganya berpenampilan Islami dan mempromosikan ‘busana Barat.’
“Komisi akan membantu merancang pakaian untuk pria dan wanita dengan mempertimbangkan tradisi Tajik, dan kehidupan ‘modern’,” kata Menteri Kebudayaan Tajikistan Shamsuddin Omurbekzoda pada Jumat (21/7/2017), Radio Free Europe Free Liberty (RFE/RL) melaporkan.
Komentar Omurbekzoda tersebut merupakan langkah yang dilakukan pemerintah sekuler Presiden Emomali Rahmon. Langkah ini bertujuan untuk mencegah praktik-praktik Islam yang dikhawatirkan pemerintah Tajikistan akan mendorong ekstremisme di negara yang mayoritas Islam itu.
Menteri Kebudayaan menyebut jilbab atau hijab Islam tidak sesuai dengan ‘iklim panas’ Tajikistan dengan alasan kebersihan. Ia juga mengatakan wanita yang mengenakan jilbab dapat memicu ‘ketakutan dan keraguan’ di tempat umum.
Omurbekdoza mengimbau agar orang Tajik memakai ‘pakaian Eropa.’ Ia tidak dapat membayangkan jika masyarakat negara itu mengenakan pakaian Arab.
Sebagai upaya memerangi ekstremisme Islam, pemerintah Tajikistan telah melarang jilbab di kantor pemerintah dan sekolah, dan anak laki-laki berusia di bawah 18 tahun dilarang shalat di masjid.
Warga Tajikistan mengatakan polisi kadang-kadang mengumpulkan pria yang memiliki jenggot lebat di jalanan dan di pasar-pasar lalu memaksa mereka untuk mencukurnya. []