ABU Mihjan tertangkap basah sedang minum arak, dan ia dikenai hukuman dera rotan oleh Sa’d bin Abi Waqqash yang adalah amir (komandan) pasukan. Dan ketika itu berulang-ulang, Sa’d memutuskannya untuk mengikat dan memenjarakannya. Dan ia juga ditinggalkan ketika pasukan berangkat menuju perang Qadisiyah.
Dalam kesendiriannya, Abu Mihjan seolah melihat pasukan muslim terdesak oleh pasukan musyrikin. Ia pun menulis surat kepada istri Sa’d, bahwa jika ia dibebaskan, diberi seekor kuda dan senjata, ia akan bertempur bersama kaum muslimin, dan ia berjanji untuk menjadi orang pertama yang kembali (untuk diikat dan dipenjara lagi), kecuali jika ia terbunuh. Dengan demikian tidak ada orang yang tahu kalau ia dibebaskan.
Surat tersebut ternyata ditanggapi dengan baik, istri Sa’d membawakan kuda Abu Mihjan sendiri yang belang-belang berikut senjatanya. Abu Mihjan segera memacu kudanya ke tempat pertempuran, dan ia langsung menyerbu pasukan kaum musyrikin. Saat itu posisi kaum muslimin memang sedang terdesak, dan dengan pertolongan Allah, kehadiran Abu Mihjan membuka pintu kemenangan. Tidak ada satu kelompok musuh yang diserang oleh Abu Mihjan, kecuali Allah membuatnya porak-poranda.
Pasukan muslimin yang melihat sepak terjangnya, dan mereka tidak mengetahui kalau dia adalah Abu Mihjan, berkata, “Lelaki itu bagaikan seorang malaikat!”
Sa’d bin Abi Waqqash sendiri sempat berkata, “Ketangkasan dan lompatan kuda belang, serta sepak terjangnya itu adalah milik Abu Mihjan, tetapi bukannya Abu Mihjan sedang terikat kedua kakinya…”
Ketika posisi telah berbalik menjadi kemenangan bagi kaum muslimin, Abu Mihjan segera berbalik pulang. Ia mengembalikan kuda dan senjata kepada istri Sa’d dan kembali ke penjara, bahkan mengikat sendiri kedua kakinya.
Usai pertempuran dan mereka telah kembali ke markasnya, istri Sa’d bertanya tentang jalannya pertempuran kepada suaminya. Sa’d berkata, “Kami terus bertempur dan hampir terjepit oleh serangan musuh yang bertubi-tubi, sampai Allah menghantar seorang lelaki yang menunggang kuda belang-belang (serta memporak-porandakan musuh). Kalau saja aku tidak meninggalkan Abu Mihjan dalam keadaan terikat, tentu aku menyangka itu dirinya karena ia memiliki beberapa sifat Abu Mihjan.”
“Demi Allah, sesungguhnya itu memang Abu Mihjan,” kata istri Sa’d.
Kemudian ia menceritakan apa yang telah terjadi sebelumnya. Sa’d pun menyahut, “Demi Allah, aku tidak menemui seorang lelaki (seperti itu) pada hari ini, yang membantu kaum muslimin dalam keadaan Allah tengah menguji mereka seperti pada hari Qadisiah tersebut.”
Kemudian ia memerintahkan untuk membebaskan Abu Mihjan. Setelah dibawa kehadapannya, Sa’d berkata, “Kami tidak akan pernah merotan/menghukum kamu lagi karena minum arak selama-lamanya.”
Abu Mihjan berkata, “Aku telah minum arak, dan jika hukuman telah ditetapkan untukku, aku akan membersihkan diri darinya. Dan karena engkau membebaskan aku, maka aku tidak akan pernah meminumnya lagi selama-lamanya.”[]
Sumber: 101 Sahabat Nabi/Hepi Andi Bustomi/Pustaka Al-Kautsar